Siaran Pers Bersama
Sepanjang tahun 2010, Migrant CARE mencatat ada 5.563 PRT migrant Indonesia bermasalah di Saudi Arabia. 1097 orang diantaranya korban penganiayaan, 3.568 orang sakit akibat situasi kerja tidak layak, dan 898 orang korban kekerasan seksual dan tidak digaji. Dan pada tanggal 18 November 2010, jam 22.30 WIB, Migrant CARE mendapatkan informasi bahwa di Abha Saudi Arabia, Kikim Komalasari bt Uko Marta (No Pasport AN 010821), PRT migrant asal Cianjur Jawa Barat meninggal dunia akibat disiksa, diperkosa dan jenazahnya dibuang di tempat sampah umum.
Terungkapnya kasus penganiayaan keji terhadap Sumiati binti Salan Mustapa, PRT migran asal Dompu NTB, di Madinah Saudi Arabia, menegaskan kepada kita bahwa telah terjadi pembiaran terhadap berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM atas PRT migrant yang selama ini berlangsung sistematis. Tidak hanya kali ini saja, sudah terlalu banyak PRT Migran kita yang menjadi korban, namun pemerintah tidak menganggap ini sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian dan tindakan kongkret agar tidak lagi ada korban yang berjatuhan.
Informasi yang diterima Migrant CARE menyatakan bahwa Sumiati yang berasal dari Dompu NTB berangkat ke Madinah pada tanggal 18 Juli 2010 melalui PT Rajana Falam Putri yang beralamatkan di Jl H. Saidi 46 Telp 021 77836987 Tanjung Barat Jaksel. Sumiati bekerja pada majikan yang bernama Khaled Salem M Al Khamimi selama bekerja sering disiksa oleh ibu dan anak perempuan majikannya hingga sekujur tubuh dan wajahnya penuh luka. Kedua kakinya hampir lumpuh, bahkan mulutnya ada bekas guntingan. Kasus ini terungkap ketika Sumiati dibawa ke rumah sakit di Madinah, yang kemudian dirujuk ke Rumah Sakit King Fahd karena lukanya yang sangat serius.
Berdasarkan kasus ini, mestinya, kedua pemerintah, terutama, pemerintah Indonesia seharusnya mengakui kegagalan dalam melindungi PRT migran. Ketidak adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi untuk menyepakati MoÜ tentang perlindungan PRT migran Indonesia menjadi cermin buruk bagi kedua negara. Absennya proteksi hukum bagi PRT migrant, membuka ruang lebar untuk berbagai kekerasan dan pelanggaran terhadap mereka. Ironisnya, kedua Negara tersebut juga seragam dalam menolak konvensi ILO untuk perlindungan PRT.
Untuk itu, kami menegaskan bahwa kasus Sumiati dan Kikim Komalasari merupakan kejahatan kemanusiaan yang pelakunya tidak tunggal. Akan tetapi pemerintah yang telah melakukan pembiaran juga menjadi pihak yang sangat bertanggung jawab atas berbagai tindak kejahatan itu. Menyikapi terus berulangnya kejahatan kemanusiaan terhadap PRT migrant Indonesia di Saudi Arabia, kami menyatakan:
1. Mengecam kebiadaban Saudi Arabia yang telah banyak melakukan kejahatan kemanusiaan. Saudi Arabia harus bertanggung jawab secara penuh atas terjadinya tragedi kemanusiaan yang menimpa Sumiati, Kikim Komalasari dan ribuan PRT migran Indonesia lainnya melalui proses hukum yang fair.
2. Mengajak masyarakat internasional untuk menolak Saudi Arabia menjadi UN Women Committee (sebuah badan baru di PBB). Saat ini Saudi Arabia mengajukan diri untuk menjadi anggota di badan tersebut.
3. Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia harus segera merativikasi konvensi PBB 1990 tentang perlindungan terhadap buruh migrant dan anggota keluarganya sebagai pondasi bagi kedua negara untuk mengambil langkah kongkrit bagi perlindungan PRT migran melalui pembentukan MoU yang mencerminkan prinsip-prinsip HAM dan decent work (kerja layak) bagi PRT.
4. Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia harus mendukung pembentukan konvensi ILO untuk perlindungan PRT (Pekerja Rumah Tangga)
PENJAHAT KEMANUSIAAN
Genap sepuluh hari sudah kasus Sumiati terungkap ke publik, namun pemerintah Saudi Arabia sangat lambat dalam menyelesaikannya. Terbukti, sampai tanggal 18 November 2010, pihak kepolisian Saudi Arabia belum menahan majikan Sumiati. Pernyataan Duta Besar Saudi Arabia untuk RI, dalam konferensi persnya pada hari Kamis (18/11), yang melihat kasus Sumiati sebagai kasus yang sangat jarang terjadi di Saudi Arabia sungguh menunjukkan mereka telah menutup mata terhadap berbagai macam pelanggaran yang telah terjadi. Sepanjang tahun 2010, Migrant CARE mencatat ada 5.563 PRT migrant Indonesia bermasalah di Saudi Arabia. 1097 orang diantaranya korban penganiayaan, 3.568 orang sakit akibat situasi kerja tidak layak, dan 898 orang korban kekerasan seksual dan tidak digaji. Dan pada tanggal 18 November 2010, jam 22.30 WIB, Migrant CARE mendapatkan informasi bahwa di Abha Saudi Arabia, Kikim Komalasari bt Uko Marta (No Pasport AN 010821), PRT migrant asal Cianjur Jawa Barat meninggal dunia akibat disiksa, diperkosa dan jenazahnya dibuang di tempat sampah umum.
Terungkapnya kasus penganiayaan keji terhadap Sumiati binti Salan Mustapa, PRT migran asal Dompu NTB, di Madinah Saudi Arabia, menegaskan kepada kita bahwa telah terjadi pembiaran terhadap berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM atas PRT migrant yang selama ini berlangsung sistematis. Tidak hanya kali ini saja, sudah terlalu banyak PRT Migran kita yang menjadi korban, namun pemerintah tidak menganggap ini sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian dan tindakan kongkret agar tidak lagi ada korban yang berjatuhan.
Informasi yang diterima Migrant CARE menyatakan bahwa Sumiati yang berasal dari Dompu NTB berangkat ke Madinah pada tanggal 18 Juli 2010 melalui PT Rajana Falam Putri yang beralamatkan di Jl H. Saidi 46 Telp 021 77836987 Tanjung Barat Jaksel. Sumiati bekerja pada majikan yang bernama Khaled Salem M Al Khamimi selama bekerja sering disiksa oleh ibu dan anak perempuan majikannya hingga sekujur tubuh dan wajahnya penuh luka. Kedua kakinya hampir lumpuh, bahkan mulutnya ada bekas guntingan. Kasus ini terungkap ketika Sumiati dibawa ke rumah sakit di Madinah, yang kemudian dirujuk ke Rumah Sakit King Fahd karena lukanya yang sangat serius.
Berdasarkan kasus ini, mestinya, kedua pemerintah, terutama, pemerintah Indonesia seharusnya mengakui kegagalan dalam melindungi PRT migran. Ketidak adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi untuk menyepakati MoÜ tentang perlindungan PRT migran Indonesia menjadi cermin buruk bagi kedua negara. Absennya proteksi hukum bagi PRT migrant, membuka ruang lebar untuk berbagai kekerasan dan pelanggaran terhadap mereka. Ironisnya, kedua Negara tersebut juga seragam dalam menolak konvensi ILO untuk perlindungan PRT.
Untuk itu, kami menegaskan bahwa kasus Sumiati dan Kikim Komalasari merupakan kejahatan kemanusiaan yang pelakunya tidak tunggal. Akan tetapi pemerintah yang telah melakukan pembiaran juga menjadi pihak yang sangat bertanggung jawab atas berbagai tindak kejahatan itu. Menyikapi terus berulangnya kejahatan kemanusiaan terhadap PRT migrant Indonesia di Saudi Arabia, kami menyatakan:
1. Mengecam kebiadaban Saudi Arabia yang telah banyak melakukan kejahatan kemanusiaan. Saudi Arabia harus bertanggung jawab secara penuh atas terjadinya tragedi kemanusiaan yang menimpa Sumiati, Kikim Komalasari dan ribuan PRT migran Indonesia lainnya melalui proses hukum yang fair.
2. Mengajak masyarakat internasional untuk menolak Saudi Arabia menjadi UN Women Committee (sebuah badan baru di PBB). Saat ini Saudi Arabia mengajukan diri untuk menjadi anggota di badan tersebut.
3. Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia harus segera merativikasi konvensi PBB 1990 tentang perlindungan terhadap buruh migrant dan anggota keluarganya sebagai pondasi bagi kedua negara untuk mengambil langkah kongkrit bagi perlindungan PRT migran melalui pembentukan MoU yang mencerminkan prinsip-prinsip HAM dan decent work (kerja layak) bagi PRT.
4. Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia harus mendukung pembentukan konvensi ILO untuk perlindungan PRT (Pekerja Rumah Tangga)
Jakarta, 19 November 2010
Migrant CARE, ATKI, IMWU, SBMI, JRMK, JALA PRT, FSPI Reformasi, FPTSK, Kapal Perempuan, E-Net for Justice, Sekolah Perempuan Ciliwung, SARI, INFIDKontak Person: Anis Hidayah (081578722874), Retno ATKI (0817820952)
Posting Komentar untuk "Siaran Pers Bersama "Penjahat Kemanusiaan""
Kesan/Pesan
Posting Komentar