Beberapa saat sebelum wafatnya, Paus Yohanes Paulus II menulis surat wasiat dalam Latihan Rohani Tahun Yubilium 2000 (12-18 Maret). Demikian salah satu pernyataan yang ditulisnya, “Bagaimana aku tidak dapat mengingat begitu banyak saudara Kristen-non Katolik! Dan Rabbi di Roma dan sejumlah wakil agama non-Kristen! Dan banyak wakil dunia kebudayaan, ilmu pengetahuan, politik, dan alat-alat komunikasi.”
Pernyataan itu menyiratkan betapa tingginya rasa persaudaraan Paus yang bernama kecil Karol Wojtyla itu ketika dunia ini sedang dilanda berbagai bentuk konflik dan kekerasan. Persaudaraan yang dihayati sekaligus diwujudkannya itu menyiratkan cara pandangnya kepada sesama manusia meskipun dengan latar agama, budaya maupun politik yang berbeda-beda. Bagi mendiang Paus Yohanes Paulus II, mereka adalah sesama ciptaan Tuhan yang merupakan saudara dari satu Bapa.
Perannya menjadi sangat signifikan dan relevan dalam perdamaian dalam dunia yang dilanda kekerasan dan peperangan. Ia dikenal sebagai tokoh yang getol menyampaikan pesan-pesan damai dan dialog untuk negara-negara yang mengalami konflik dan kekerasan. Ketika Timur Tengah mengalami konflik dan peperangan, ia dengan lantang menyerukan dialog dan kasih. Ia menjadi tokoh perdamaian bagi negara-negara yang berkonflik.
Hal yang sangat nyata dan kontekstual adalah semangat dan tindakannya dalam membangun dialog lintas agama. Perlu diingat, sampai hari ini pun, dialog agama masih menemui tantangannya di sana-sini mengingat agama telah dan masih menjadi komoditas politik. Banyak kekerasan yang mengatasnamakan agama. Penganut agama minoritas masih kesulitan mendapatkan hak menjalankan kebebasan beragama. Formalisme agama masih lebih kuat dari pada pengembangan nilai-nilai agama dan semangat religiusitas yang humanis. Sikap curiga antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya masih terasa.
Dalam situasi itu, Paus asal Polandia itu justru mengundang tokoh-tokoh agama seluruh dunia untuk berdoa bersama di kota Assisi, Italia pada tanggal 26 Oktober 1986. Kota itu merupakan tempat lahirnya seorang tokoh Katolik, Fransiskus, yang merupakan tokoh dialog agama ketika terjadi perang salib.
Apa yang menarik dari doa lintas agama yang diselenggarakannya? Ia mencairkan kebekuan dan kecurigaan antar pemeluk agama di dunia ini yang di banyak Negara masih mengalaminya. Ini adalah semangat yang sangat revolusioner kalau tidak dibilang progresif. Baik tokoh-tokoh agama abrahamik maupun agama non abrahamik berkumpul di kota tersebut.
Suasana kelembutan dan dialog sangat kental dalam pertemuan itu. Paus Yohanes Paulus II menjadi pesan perdamaian bagi tokoh-tokoh agama dan masyarakat dunia. Ia mempromosikan agama sebagai pembawa damai.
Dari semangatnya, tampak adanya ketulusan dalam berdialog. Bahwa dialog agama bukanlah sebuah taktik untuk memuluskan dan memudahkan agamanya eksis di tengah masyarakat dunia. Namun, dialog agama adalah sebuah ketulusan dan keputusan iman sebagaimana yang diserukan dalam dokumen konsili Vatikan II, Nostra Aetate tentang hubungan Gereja dengan agama-agama bukan Kristen. Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang.
Maka tidak heran, pada saat wafatnya, Presiden Iran Muhammad Khatami kepada TV Al-Jazeera mengeluarkan pernyataannya. “Paus adalah seorang tokoh agama yang sangat terpuji; yang mengusahakan terciptanya koeksistensi damai, moderasi, dialog antar umat beragama; yang mengusahakan terciptanya dialog antara Islam dan Katolik. Saya sangat bahagia dan terhormat bisa melayat ke Vatikan,” katanya.
Relevansi untuk Indonesia
Pada tanggal 1 Mei 2011 Paus Yohanes Paulus II diangkat menjadi Beato. Ia pantas menjadi beato karena kesalehannya dan terbukti telah menjadi perantara mukjizat penyembuhan. Namun, bagi penulis, ia semakin layak menjadi beato justru karena karisma persaudaraan dan perdamaian yang dimilikinya.
Masyarakat dunia dan Indonesia khususnya, patut belajar dari ketulusannya dalam membangun persaudaraan sejati. Persaudaraan yang tulus tanpa memandang asal usul, agama, budaya maupun perbedaan politik!
Masyarakat Indonesia, patut menjadikannya sebagai teladan persaudaraan sejati dan perdamaian karena di Indonesia konflik dan kekerasan masih merajalela. Masyarakat dirundung budaya kematian. Masyarakat takut dan was-was mengingat berbagai aneka kekerasan telah terjadi dan merenggut korban jiwa. Semangat Paus Yohanes Paulus II yang merupakan simbol perdamaian, rekonsiliasi dan persaudaraan patut dihayati.
Tentu di antara masyarakat Indonesia ada yang terluka hatinya karena berbagai konflik dan kekerasan yang selama ini terjadi. Berdasarkan semangat Paus Yohanes Paulus II, patutlah kiranya jika masyarakat Indonesia belajar untuk mengembangkan budaya kehidupan, budaya damai, budaya dialog dan semangat rekonsiliasi. Tidak ada dendam di Indonesia! Rekonsiliasi menjadi tujuan utama supaya kehidupan damai di Indonesia segera pulih.
Posting Komentar untuk "Pesan Perdamaian dan Persaudaraan Beato Yohanes Paulus II"
Kesan/Pesan
Posting Komentar