Termasuk jenis karyawan-karyawati yang seperti apakah kita? Pembebek atau kritis? Pertanyaan ini menjadi penting mengingat ada gejala yang memperlihatkan bahwa karyawan adalah orang yang lemah, yang tidak punya kuasa terhadap pengaruh atasannya. Sehingga meskipun karyawan-karyawati tahu bahwa perintah atau kebijakan atasannya tidak dibenarkan secara moral, namun karyawan-karyawati hanya membebek atau seperti kerbau ditusuk hidung tetap mengikuti kebijakan sang atasan. Yang penting posisi dirinya aman. Bahkan kalau bisa, dalam kesempatan itu, dia turut mencuri hati atasannya untuk memuluskan jalan karirnya.



Dalam hal ini sangat terlihat bahwa karyawan-karyawati jenis ini adalah karyawan yang oportunis. Dia hanya berorientasi pada kesuksesan dia sendiri tanpa berani mengritisi kebijakan  atasan yang bisa jadi secara moralitas tidak bisa dibenarkan. Model mencari kesuksesan sendiri inilah yang sebenarnya menjadi  kehancuran dunia korporasi itu sendiri. Mereka menganut asas asal bapak senang (ABS).

Jika demikian yang terjadi, betapa mengerikannya peradaban ini. Peradaban hanya menjadi milik orang-orang yang mempunyai kuasa, bukan orang-orang yang memiliki kebijaksanaan. Orang buta terhadap harta dan kekuasaan. Hatinya rakus ingin memiliki harta tersebut.

Berbagai cara dilakukan misalnya membiarkan instansi tempatnya bekerja melakukan tindakan yang secara moral tidak bisa dibenarkan. Akibatnya kita menjadi perpanjangan tangan penggenapan kejahatan itu. Betapa mengerikan. Kita menjadi antek-antek perusahaan yang melakukan kejahatan. Meskipun kita bukan orang yang mengeluarkan kebijakan itu, kita tetap menjadi satu mata rantai yang menyukseskan agenda jahat.

Suatu ketika, masyarakat kita yang sudah kritis bisa jadi menemukan kejahatan dalam perusahaan yang melakukan kejahatan tersebut. Akibatnya, masyarakat menjadi antipati terhadap perusahaan tersebut. Tentu yang rugi selanjutnya adalah perusahaan tersebut karena kehilangan kepercayaan dan kecewa terhadap perusahaan tersebut. Bukankah sangat sulit memulihkan kepercayaan kepada masyarakat/konsumen yang kecewa?

Pertanyaan berikutnya adalah apakah kita akan tetap menjadi penyukses agenda kebijakan yang secara moral tidak dibenarkan atau kita mengristisi kebijakan atasan kita? Namun pastinya ada risiko yang harus kita tanggung. Bukankah hidup selalu diwarnai dengan risiko dari setiap pilihan yang kita ambil.

Dengan tetap mengritisi setiap kebijakan perusahaan, sebenarnya kita telah melindungi perusahaan tempat bekerja kita sendiri.

Post a Comment

Kesan/Pesan