Berguru pada ciptaan yang ada di sekitar kita |
Saya,
suatu ketika mengamati sekuntum bunga melati yang baru saja mekar pada malam
hari di depan rumah. Harumnya semerbak. Saya pun tertarik untuk terus menghirup
aroma wangi itu sekian lama di dekat kuntum melati itu. Sekuntum melati
mengantarkanku pada sebuah pesona akan ciptaan. Betapa indahnya Sang Pencipta
menjadikan ciptaan-Nya.
Saya menyadari bahwa
selama ini saya berjarak pada bunga melati itu, melewatkannya begitu saja meski
setiap hari bunga itu ada di depan rumah. Bahkan setelah ditelusur lebih jauh,
saya bahkan sangat berjarak dengan ciptaan yang lain, meskipun sebenarnya, saya
sangat melekat dengan ciptaan tersebut.
Di
tengah masifnya perusakan alam entah dengan motif ekonomi sesaat atau karena
alasan apapun, kita sebenarnya berada dalam pertaruhan hidup. Ada pihak-pihak
yang hidupnya terancam, namun ada juga pihak-pihak beruntung dengan mengambil
terlalu banyak dari bumi ini. Ada yang menjaga bumi demi kelestarian ciptaan, namun
ada juga yang merusak bumi demi memperkaya diri.
Jika
manusia lebih melihat ciptaan atau makhluk hanya sebagai komoditas atau
instrumen, maka manusia dengan mudah akan mengeksploitasinya begitu saja. Makhluk
lain hanya dipakai sebagai sarana memuaskan kepentingannya baik untuk kekayaan
ataupun kesenangannya, tak peduli bahwa tindakan tersebut berpotensi mengganggu
baik manusia maupun ciptaan lainnya.
Paus Fransiskus melalui ensiklik Laudato Si’ mengingatkan kita. “Setiap
tahun hilang ribuan spesies tanaman dan hewan yang tidak pernah akan kita kenal
lagi, dan tidak pernah akan dilihat anak-anak kita, karena telah hilang untuk
selamanya. Sebagian besar punah karena alasan yang berkaitan dengan aktivitas
manusia. Karena kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Allah dengan
keberadaan mereka, atau menyampaikan pesan mereka kepada kita. Kita tidak punya
hak seperti itu” (LS 33).
Dari
peristiwa “perjumpaanku” dengan bunga melati, sepertinya kita perlu belajar untuk
kagum atau terpesona pada ciptaan. Manusia perlu mengalami jatuh cinta kembali
kepada ciptaan yang selama ini sudah ditinggalkannya atau hanya dijadikan
instrumen pemuas kebutuhannya. Manusia perlu kembali menyadari bahwa
keberadaannya tak pernah bisa lepas dari ciptaan lainnya.
Kalau direnungkan, keberadaan
makhluk di luar manusia adalah cerminan manusia itu sendiri. Jika keadaan
ciptaan di lingkungannya baik, maka manusia berada dalam kesejahteraan. Karena
segala kebutuhan manusia sudah tersedia dengan amat baik di lingkungannya.
Demikian
juga sebaliknya, keadaan manusia juga mencerminkan situasi lingkungan hidupnya.
Di balik manusia yang sejahtera, ada lingkungan yang amat baik melingkupinya.
Tak bisa diingkari, manusia hanya hidup berkat ciptaan lainnya. Mungkin ciptaan
lain bisa hidup tanpa manusia. Karena begitu tergantungnya manusia pada ciptaan
lain, maka sebaiknya manusia memperbaiki cara hadirnya yang selama ini
cenderung eksploitatif untuk selanjutnya berubah menjadi penjaga. Dengan memperbaiki
cara hadirnya, manusia kembali memperbaiki cara berelasinya terhadap ciptaan
lain.
Dalam
relasi itu, manusia diharapkan sampai pada keterpesonaan dan kekagumannya pada
ciptaan. Manusia kembali jatuh cinta pada ciptaan dan mengagumi Sang Pencipta
yang begitu kuasa mencipta keindahan
melalui ciptaan-ciptaan-Nya. Manusia yang memiliki cinta adalah manusia yang
mau memberikan dirinya. Dalam kaitannya dengan relasi dengan ciptaan, manusia
diharap untuk mampu memberikan dirinya, tidak hanya mengambil yang sudah
terlalu banyak selama ini.
Paus Fransiskus kembali
mengingatkan dalam ensiklik Laudato Si’
akan pentingnya kekaguman pada ciptaan. “Karena semua makhluk terkait,
masing-masing harus dihargai dengan kasih sayang dan kekaguman, sebab sebagai
makhluk hidup kita semua saling bergantung.” (LS 42).
Orang yang kagum,
terpesona apalagi mencintai pasti akan menghormati. Hal itu pun sama dengan
relasi antara manusia dengan ciptaan. Seorang mantan pengajar waktu studi di
Malaysia dan tinggal di keluarga petani terkesan dengan sepasang petani yang
bekerja di ladangnya. Ketika bekerja di ladang, mereka melakukannya dalam
keheningan. Hal itu dilakukan mereka sebagai bentuk penghormatan kepada makhluk
hidup di sana. Bertani sejatinya adalah meminta tolong ciptaan lain untuk
mengusakan hidup manusia. Maka, sebenarnya mereka menggantungkan hidup pada
ciptaan lainnya.
Upaya merajut relasi
kembali dengan ciptaan maupun dengan bumi terus diupayakan. Banyak orang yang
sebenarnya tidak sanggup untuk lepas dari ciptaan atau bumi bahkan untuk
seorang perusak ciptaan sekalipun.
Bumi dan ciptaan di
dalamnya betapa penuh pesona. Selain memberi kehidupan melalui aneka hasil bumi
yang bisa dikonsumsi, dengan segala keindahan dan kengeriannya juga memberikan
inspirasi pada manusia akan makna hidup. Dengan kata lain, bumi dan ciptaan
yang ada bagaikan kitab kehidupan yang mengajarkan banyak hal tentang
kehidupan.
Tak jarang orang yang
dilanda stres karena kesibukan di kota, tiba-tiba mengalami pencerahan setelah tinggal
untuk sementara di lingkungan yang asri dan dipenuhi tetumbuhan yang lebat.
Inspirasi menarik yang
sebenarnya juga terkait dengan keindahan bumi ini tampak dalam film Hannah
Montana. Ada percakapan menarik antara Travis Brody (Lucas Till) dengan Hannah
Montana (Miley Cirrus). “Hidup adalah sebuah pendakian. Namun, pemandangannya
indah.” Kalau kita berfokus hanya pada pendakiannya, tentu beban berat akan
semakin menggelayuti. Namun, ketika kita lelah lalu berhenti dan melihat
pemandangan di bawah dengan bentangannya yang sangat indah, kita akan mengalami
penghiburan. Dalam hal ini, penulis film tersebut melalui dialog aktor dan
aktrisnya sedang mengajarkan sebuah nilai kehidupan yang didapat dari pengalaman
berelasi dengan ciptaan seperti bukit, lembah, udara ataupun cuaca. Dan itu
menjadi sebuah karya yang bisa meneguhkan siapapun dalam mengarungi kehidupan
ini yang tak semulus dengan harapan yang dibayangkan.
Membangun relasi dengan
ciptaan, dengan bumi adalah bagian hakiki dari persekutuan kehidupan yang tak
mungkin bisa dicerai. Manusia hidup karena ada ciptaan lain. Tubuh manusia berkembang
karena mengonsumsi makanan yang berasal dari ciptaan lainnya. Kebijakan manusia
bertumbuh makin sempurna karena berelasi dengan ciptaan. Jadi, selain memberi
kehidupan, ciptaan dan bumi ini adalah guru kehidupan yang senantiasa
memantikkan inspirasi-inspirasi kehidupan yang membuat hidup manusia menjadi
semakin bermakna. Inspirasi-inspirasi yang didapat dari relasi dengan ciptaan
itulah yang membuat manusia bisa bertahan dalam kehidupan ini dan bisa memaknai
kehidupan ini dengan penuh kebijakan.
Posting Komentar untuk " Berelasi dengan Ciptaan, Berguru pada Ciptaan"
Kesan/Pesan
Posting Komentar