Kerusakan alam makin
parah. Semua itu membutuhkan keterlibatan kita dalam memulihkan alam yang
rusak. Semua itu dalam skala prioritas penting sekaligus mendesak. Jika
pemulihan tidak dilakukan segera, kerusakan alam ciptaan akan makin parah dan
kehancuran di muka bumi akan makin nyata.
Kerusakan alam ciptaan
terlihat mulai dari lini produksi, distribusi-transportasi, bahkan konsumsi.
Tak hanya itu, kerusakan alam pun terjadi karena ulah manusia yang mempunyai
gaya hidup tak ramah lingkungan. Semua ini terjadi karena cara pandang manusia yang
menganggap dirinya adalah pusat dari alam ini. Dengan cara pandang ini, maka
manusia selalu memproyeksikan segala tindakannya di muka bumi semata-mata hanya
untuk kepentingan dirinya, bahkan dengan segala keserakahannya.
Padahal jika ditelisik
lebih lanjut, semua yang dilakukan manusia terhadap makhluk ciptaan juga akan
berdampak pada makhluk ciptaan yang lainnya karena semua makhluk ciptaan itu
terhubung dalam jejaring kehidupan. Semuanya menjadi anggota-warga komunitas kehidupan.
Rusaknya atau terganggunya satu makhluk berarti rusaknya komunitas kehidupan.
Untuk memulihkan
kehidupan manusia membutuhkan kesadaran baru bahwa dirinya bukanlah pusat dari
alam ini, melainkan dirinya adalah bagian dari alam ini. Dengan menjadi bagian,
maka manusia dituntut untuk memperbaiki cara beradanya, yakni cara berada yang
ramah terhadap alam ini. Bukan menjadi ancaman, namun manusia diharapkan
menjadi sesama makhluk yang senantiasa mau merawat alam ini. Manusia hidup dari
alam, maka dari itu, manusia pun harus menghidupi alam ini. Bukan merusak,
namun manusia dipanggil untuk merawat alam ini.
Seperti pada buku yang
ditulis penulis sebelumnya “Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan”, buku “Hidup dalam
Realitas Alam” berisi tulisan-tulisan
yang pernah dimuat di Majalah Kristiani INSPIRASI,
Lentera yang Membebaskan. Buku ini menjadi ungkapan
syukur, keprihatinan dan harapan akan kelestarian alam ciptaan ini. Penulis
mungkin bagaikan orang yang berteriak-teriak di hiruk-pikuk kehidupan manusia
yang sibuk mengisi hidupnya. Dan bisa jadi suara itu tak terdengar. Namun, bagi
penulis, lebih baik tetap berteriak dan berbuat sesuatu demi kelestarian alam
ini, daripada larut dalam hiruk-pikuk kehidupan ini namun berujung pada
kehancuran komunitas kehidupan.
Terima
kasih kepada semua pihak yang telah menemani penulis dalam mempelajari isu-isu
pelestarian alam ini. Berkah Dalem.
Buku ini kupersembahkan untuk Fransiskus
Assisi Diandra Raditya dan Clara Angeline Dianingtyas
Fransiskus dari Assisi dan Clara adalah
nama pelindung yang diambil dari Santo dan Santa dari Assisi, Italia. Penulis
sangat kagum pada mereka. Kesederhanaan-kemiskinan telah mereka teladankan pada
manusia-manusia zaman ini. Penulis percaya, kesederhanaan-kemiskinan pula yang
sebenarnya bisa menyelamatkan alam ciptaan ini dari kehancuran.
1 komentar untuk "Buku Hidup dalam Realitas Alam"
Kampus Favorit
Kampus Favorit
Kesan/Pesan
Posting Komentar