Penulis menyadari bahwa kehidupan yang dilalui penulis sebenarnya bergantung pada alam. Makan dan
minum adalah sebuah peristiwa bahwa kita sebenarnya bergantung pada alam. Kita memang telah diciptakan
Tuhan sebagai makhluk ekologis, yakni makhluk yang hidup dari dan mengandalkan alam.
Kita patut bersyukur atas kebaikan Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu begitu indah. Alam
semesta yang diciptakan-Nya adalah mahakarya yang luar biasa. Manusia adalah salah satu ciptaan
di dalamnya. Sekali lagi kita sudah seharusnya mensyukuri anugerah tersebut. Dengan cinta yang meluap-luap, Tuhan mencipta alam semesta ini. Dengan demikian manusia yang diciptakan-Nya pun bisa hidup di dalamnya dan memaknainya.
Namun, seiring berjalannya waktu, manusia menjadi makhluk yang menganggap dirinya sebagai
pusat alam ciptaan ini. Segala sesuatu dalam alam ini menjadi komoditas manusia. Terlebih dalam urusan
ekonomi, manusia tak segan merusak alam demi mengeruk keuntungan ekonomi. Akibatnya kerusakan
alam makin menjadi.
Dari hal itulah, penulis berefleksi dan melahirkan kumpulan tulisan ini. Kumpulan tulisan ini sebagian
8 - Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan besar pernah dimuat di Majalah Kristiani INSPIRASI,
Lentera yang Membebaskan. Penulis menyadari keterbatasan penulis dalam mengungkap keprihatian
dan gagasan akan pentingnya pelestarian alam melalui tulisan-tulisan dalam buku ini. Maka, penulis lebih
suka menyebut tulisan-tulisan itu sekadar sketsa kasar yang belum terlalu jelas dengan ide yang bersliweran.
Meskipun hanya sketsa, namun penulis melihat ada keprihatinan dan harapan sekaligus ungkapan
syukur atas alam ciptaan ini. Bagi penulis, melestarikan alam ciptaan adalah hal yang sangat penting meskipun
sebagian masyarakat menganggap itu tak lebih penting jika dibanding dengan urusan ekonomi. Namun, bagi
penulis segala peristiwa budaya bisa dan hanya bisa terjadi dalam konteks alam ciptaan. Maka, alam ciptaan
adalah entitas yang mutlak adanya. Dengan demikian, permasalahan alam ciptaan bukanlah permasalahan
enteng dan bukan tak lebih penting dari urusan-urusan lain di dunia ini.
Buku berjudul Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan (Sketsa-sketsa Ekoinspirasi) ini merefleksikan
ungkapan syukur, keprihatinan, dan harapan akan kelestarian alam ciptaan ini. Penulis sangat bersyukur
berkenalan dengan Sr. Elly Verrijt, MMS yang telah membimbing penulis dalam sebuah retret ekologi
di Bandungan beberapa waktu lalu. Dalam retret itu, penulis disadarkan bahwa perjuangan untuk
melestarikan alam ciptaan memang tak semudah membalik telapak tangan. Perjuangan itu panjang
dan melelahkan serta penuh tantangan. Meskipun Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan - 9
demikian, perjuangan itu mesti dilakukan tanpa kenal lelah, rendah hati, dan tak berpamrih karena bisa jadi,
si pejuang itu tak pernah menikmati hasilnya. Tak perlu menjadi fundamentalis ekologi. Yang diperlukan adalah memperbaiki cara hadir kita, sebagai salah satu warga kehidupan dalam komunitas kehidupan alam semesta ini.
Terima kasih, saya sampaikan pada Sr. Elly Verrijt, MMS yang di tengah kesibukannya di negeri
Belanda, telah berkenan memberikan epilog atas buku ini. Epilog itu adalah peneguhan yang membuat penulis
tetap teguh menggumuli agenda dan aksi pelestarian alam ini.
Penulis berharap kepada para pembaca, setelah membaca buku ini, pembelajaran dan aksi pelestarian
keutuhan ciptaan menjadi lebih bergairah. Penulis pun bersedia berproses bersama dalam komunitaskomunitas yang tertarik untuk belajar lebih jauh dan dalam mengenai upaya pelestarian alam.
Terima kasih dan berkah Dalem!
minum adalah sebuah peristiwa bahwa kita sebenarnya bergantung pada alam. Kita memang telah diciptakan
Tuhan sebagai makhluk ekologis, yakni makhluk yang hidup dari dan mengandalkan alam.
Kita patut bersyukur atas kebaikan Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu begitu indah. Alam
semesta yang diciptakan-Nya adalah mahakarya yang luar biasa. Manusia adalah salah satu ciptaan
di dalamnya. Sekali lagi kita sudah seharusnya mensyukuri anugerah tersebut. Dengan cinta yang meluap-luap, Tuhan mencipta alam semesta ini. Dengan demikian manusia yang diciptakan-Nya pun bisa hidup di dalamnya dan memaknainya.
Namun, seiring berjalannya waktu, manusia menjadi makhluk yang menganggap dirinya sebagai
pusat alam ciptaan ini. Segala sesuatu dalam alam ini menjadi komoditas manusia. Terlebih dalam urusan
ekonomi, manusia tak segan merusak alam demi mengeruk keuntungan ekonomi. Akibatnya kerusakan
alam makin menjadi.
Dari hal itulah, penulis berefleksi dan melahirkan kumpulan tulisan ini. Kumpulan tulisan ini sebagian
8 - Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan besar pernah dimuat di Majalah Kristiani INSPIRASI,
Lentera yang Membebaskan. Penulis menyadari keterbatasan penulis dalam mengungkap keprihatian
dan gagasan akan pentingnya pelestarian alam melalui tulisan-tulisan dalam buku ini. Maka, penulis lebih
suka menyebut tulisan-tulisan itu sekadar sketsa kasar yang belum terlalu jelas dengan ide yang bersliweran.
Meskipun hanya sketsa, namun penulis melihat ada keprihatinan dan harapan sekaligus ungkapan
syukur atas alam ciptaan ini. Bagi penulis, melestarikan alam ciptaan adalah hal yang sangat penting meskipun
sebagian masyarakat menganggap itu tak lebih penting jika dibanding dengan urusan ekonomi. Namun, bagi
penulis segala peristiwa budaya bisa dan hanya bisa terjadi dalam konteks alam ciptaan. Maka, alam ciptaan
adalah entitas yang mutlak adanya. Dengan demikian, permasalahan alam ciptaan bukanlah permasalahan
enteng dan bukan tak lebih penting dari urusan-urusan lain di dunia ini.
Buku berjudul Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan (Sketsa-sketsa Ekoinspirasi) ini merefleksikan
ungkapan syukur, keprihatinan, dan harapan akan kelestarian alam ciptaan ini. Penulis sangat bersyukur
berkenalan dengan Sr. Elly Verrijt, MMS yang telah membimbing penulis dalam sebuah retret ekologi
di Bandungan beberapa waktu lalu. Dalam retret itu, penulis disadarkan bahwa perjuangan untuk
melestarikan alam ciptaan memang tak semudah membalik telapak tangan. Perjuangan itu panjang
dan melelahkan serta penuh tantangan. Meskipun Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan - 9
demikian, perjuangan itu mesti dilakukan tanpa kenal lelah, rendah hati, dan tak berpamrih karena bisa jadi,
si pejuang itu tak pernah menikmati hasilnya. Tak perlu menjadi fundamentalis ekologi. Yang diperlukan adalah memperbaiki cara hadir kita, sebagai salah satu warga kehidupan dalam komunitas kehidupan alam semesta ini.
Terima kasih, saya sampaikan pada Sr. Elly Verrijt, MMS yang di tengah kesibukannya di negeri
Belanda, telah berkenan memberikan epilog atas buku ini. Epilog itu adalah peneguhan yang membuat penulis
tetap teguh menggumuli agenda dan aksi pelestarian alam ini.
Penulis berharap kepada para pembaca, setelah membaca buku ini, pembelajaran dan aksi pelestarian
keutuhan ciptaan menjadi lebih bergairah. Penulis pun bersedia berproses bersama dalam komunitaskomunitas yang tertarik untuk belajar lebih jauh dan dalam mengenai upaya pelestarian alam.
Terima kasih dan berkah Dalem!
Posting Komentar untuk "Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan"
Kesan/Pesan
Posting Komentar