Makhluk Ekologis



Lestarikan Lingkungan Hidup

Dengarlah hai kawan-kawan pesan kami dikumandangkan
Lestarikan lingkungan hidupmu untuk nusa bangsa
Jangan croboh membuang sampah jangan croboh tebang pohon
Jangan croboh bunuh hewan di lembah dan hutan
Lestarikan, lestarikan lingkungan hidupmu

Itulah nasihat kami bagi rakyat sluruh dunia
Lestarikan lingkungan hidupmu untuk nusa bangsa
Jagalah kebersihan rumah jaga kesehatan warga
Tubuh sehat rakyat pun kuat tanah subur makmur
Lestarikan, lestarikan lingkungan hidupmu

Ciptaan Ibu Sud

            Lagu anak-anak ciptaan Ibu Sud tersebut sangat relevan dengan kondisi alam yang rusak. Ibu Sud hendak mengajak anak-anak, juga kita, supaya mencintai lingkungan hidup. Mencintai lingkungan hidup dalam arti tertentu merupakan cara hidup ekologis.
            Berbicara tentang hidup ekologis, saya merasa dilemparkan ke dalam persatuan dengan alam semesta yang selama ini terasa terpisah sangat jauh. Banyak orang mengatakan manusia sekarang hidup terpisah dengan alam semesta. Namun, sebenarnya, manusia tak pernah akan bisa terpisah darinya.
            Yang sebenarnya terjadi adalah manusia kadang tak mampu menyadari bahwa dirinya terhubung dengan alam semesta. Manusia tak pernah bisa terlepas dengan alam semesta. Manusia memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Manusia bernafas dengan udara. Manusia minum air. Manusia menginjak tanah/bumi. Sementara itu, makhluk-makhluk yang dikonsumsi manusia pun tak pernah menjadi makhluk yang independen. Mereka semua saling tergantung antar satu makhluk dengan makhluk lainnya membentuk jaring-jaring kehidupan.

            Adalah kebohongan besar, jika manusia tercabut dari alam. Bahkan saat manusia mati pun, ia tak kuasa terpisah dari alam semesta. Tubuhnya mengalami pembusukan oleh makhluk hidup kecil tak terlihat mata telanjang.
            Manusia selama ini hanya tidak bisa menyadari ketidakberdayaannya terpisah dari alam semesta. Dengan cara apapun manusia berusaha melepaskan diri, ia tetap terikat dengan alam semesta. Maka secara kodrat, manusia sebenarnya makhluk ekologis. Dia sebenarnya makhluk yang hanya bisa mendiami suatu tempat tertentu yakni bumi dan merajut interaksi dengan makhluk lainnya dengan membentuk jaring-jaring kehidupan dan rantai makanan. Manusia hanyalah salah satu makhluk ciptaan di antara sekian banyak ciptaan yang ada.
            Kelemahan manusia adalah ia kehilangan kesadaran sebagai makhluk ekologis. Kehilangan kesadaran sebagai makhluk ekologis itu bahkan terjadi pada saat ia melakukan aktivitas yang sangat ekologis seperti makan, bernafas, minum, maupun sekresi. Semua aktivitas itu terkait dengan makhluk hidup yang lainnya.
Maka, sebenarnya disadari atau tidak, manusia sebenarnya adalah makhluk ekologis yang kehidupannya sangat bergantung pada makhluk ciptaan lainnya. Manusia sama sekali tak pernah bisa menjadi makhluk hidup yang mandiri.

Bahaya hilangnya kesadaran ekologis
            Dalam perkembangannya, manusia yang tak menyadari dirinya bagian dari alam semesta, cenderung akan merasa terasing dengan alam semesta meskipun sebenarnya, ia sangat bergantung  pada alam semesta tersebut. Orang yang demikian tidak lagi melihat alam semesta sebagai entitas yang harus dilestarikan supaya ia pun bisa lestari mengingat keduanya berada dalam simbiosis mutualisme.
            Alih-alih melestarikan alam, manusia hanya berpikir akan kepuasan dirinya. Dia tidak lagi melihat pentingnya akan relasi manusia dengan alam. Yang dipikirnya dan dilakukanya adalah kepuasan untuk manusia. Dia tidak lagi berpikir kemungkinan usahanya dapat mengancam kelestarian alam.
Dia mungkin baru sadar ketika, akibat ulahnya, alam semesta rusak. Alam semesta yang rusak mengancam hidupnya. Ia pun merasa terancam dan ketakutan lalu berbagai upaya menyelamatkan alam semesta dilakukan. Namun, upaya tersebut, didasarkan pada ketakutan bahwa kehidupannya terancam. Kesadaran untuk melestarikan alam baru terbatas pada ketakutan, belum sampai pada kesadaran bahwa sebagai sesama makhluk ciptaan sebenarnya terjaring hubungan saling ketergantungan dan saling menghidupi sebagai sesama warga kehidupan.
            Karena manusia adalah makhluk ekologis, maka manusia semestinya menyadari hubungan itu. Menjadi manusia ekologis berarti dituntut untuk terlibat dalam gotong royong kehidupan. Gotong royong kehidupan itu juga menyangkut saling memberi dan menerima di antara sesama makhluk ciptaan.
            Dunia (bumi) ini adalah dunia (bumi) yang sudah teratur. Semua makhluk ciptaan hidup dalam sebuah tata hidup yang serba teratur. Masing-masing makhluk memiliki peran tertentu berdasar kodrat ciptaannya.
            Dr Samuel Oton Sidin, OFMCap., mengatakan, bumi dan segala isinya tercipta dalam suatu tatanan atau aturan permainan yang khas, yang disebut hukum alam dan terintegrasi dengan penciptaan. Ekosistem makro adalah tatanan global unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dari satu sama lain dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan dan produktivitas lingkungan hidup. Di dalamnya, terdapat pelbagai mikro ekosistem (bagian-bagian dari bumi).
            Menurutnya, manusia sebagai makhluk insan yang berakal budi memang dituntut untuk memahami tatanan alam ini manakala hendak memanfaatkannya.
            Dengan memahami dan menyadari relasi dan hukum alam tersebut, manusia diharapkan memperbaiki cara beradanya di bumi ini. Yang manusia lakukan terhadap alam ini juga akan berdampak bagi dirinya.
                Manusia ekologis adalah manusia yang senantiasa memakai segenap akal budinya dalam berlaku di bumi. Ia selalu menimbang-nimbang semua yang dilakukannya apakah berpotensi merusak alam atau tidak. Manusia ekologis diharapkan selalu berusaha untuk bertindak bijak dan selalu menjadikan keselamatan ekologis sebagai sesuatu yang diutamakan. Dia akan menghindari tindakan yang berisiko tinggi terhadap perusakan bumi.  Sebaliknya, ia akan memilih tindakan yang berisiko rendah bahkan tanpa risiko terhadap kerusakan bumi.
Dalam hal itulah manusia ekologis mengandaikan dirinya sebagai manusia yang selalu mengandalkan kecerdasan ekologis. Akal budi yang dianugerahkan Tuhan pada manusia memungkinkan itu.
Manusia bisa menjadi tidak ekologis karena memang dirinya tidak memahami keberadaan dan posisi ekologisnya dalam hukum alam, atau yang kedua, dia sudah tahu bahwa tindakannya tidak ekologis, namun karena keserakahan dan nafsu eksploitatifnya ia nekad menjadi tidak ekologis.
Kenekadan untuk menuruti keserakahan dan nafsu eksploitatifnya itu membuat relasi antara dirinya dengan alam semesta dan ciptaan lainnya rusak. Maka, ada harga yang harus dibayar jika relasi antara manusia dan alam semesta rusak. Manusia dan makhluk ciptaan lainnya pun  terancam kehidupannya karena sistem jaring kehidupannya rusak.
Dalam kondisi itu, manusia kalau masih ingin melanggengkan keberadaannya bersama ciptaan lain harus kembali dalam jaring kehidupan dan melakukan rekonsiliasi, menyambung relasi yang selama ini rusak.
Maka, kembali berbuat baik kepada alam semesta dengan melakukan penghijauan, mengelola sampah, melindungi spesies yang bakal punah, bukan dalam kerangka karena manusia takut kehidupannya terancam. Namun, semua itu dilakukan sebagai bakti-persembahan dalam kehidupan bersama. Di sana, dalam jaring-jaring kehidupan, antarmakhluk saling memberi, juga menerima.
Maka, lagu Lestarikan Lingkungan Hidup di atas, sebenarnya merupakan ajakan supaya manusia menghayati bahwa dirinya adalah bagian dari alam ini yang senantiasa harus memiliki sumbangsih terhadap kelestarian alam ini.

           
               
           
           
Lukas Awi Tristanto Tanggal 23 Juni 1979, tiba-tiba aku terlempar ke dunia. Rupanya Tuhan memberi aku kesempatan untuk berziarah menikmati harumnya kehidupan.

Posting Komentar untuk "Makhluk Ekologis"