Masyarakat sekarang dilanda ketakutan sedemikian rupa. Perasaan takut bagaikan tekanan yang memukul-mukul perasaan seseorang yang membuatnya sangat tidak nyaman. Pada intinya manusia adalah makhluk yang paling tidak tahan dalam ketidaknyamanan. Jika dirinya merasa tidak nyaman, maka dia akan melakukan tindakan tertentu untuk mencipta rasa nyaman. Selanjutnya, jika rasa nyaman saja dikejar sedemikian rupa, terlebih lagi dengan rasa aman. Namun, semua itu sebenarnya bermuara pada perasaan, takut.
Takut menggelayuti sedemikian rupa. Mulai dari takut yang beralasan maupun yang tak beralasan. Ada sementara orang yang karena peristiwa yang sebenarnya kecil, dia sudah merasa sangat terancam dan merasa takut, padahal sebenarnya hal itu tidak memiliki kadar bahaya yang signifikan. Ketakutan telah memanipulasi fakta yang sebenarnya biasa menjadi persepsi yang luar biasa bahkan mengancam.

Orang begitu takut miskin atau terlebih lagi dianggap miskin. Maka berbagai cara ditempuh. Jika dirinya tidak bisa mengatasi kemiskinannya, dia akan melakukan berbagai cara sedemikian rupa supaya dirinya terlihat tidak miskin bahkan terkesan wah. Dengan demikian, orang-orang di sekelilingnya menganggapnya wah, kaya, atau parlente meskipun sebenarnya dirinya adalah miskin. Karena takut dianggap miskin, orang tersebut membohongi kenyataan dirinya pada orang lain. Itu baru dalam tingkat citra.
Sekarang, karena orang takut miskin, maka seseorang menabrak moralitas. Koruptor adalah orang dalam jenis ini. Karena takut dirinya miskin, berbagai cara termasuk merampok uang rakyat pun dilakukan. Koruptor adalah makhluk yang penakut, bukan hanya takut pada kemiskinan, namun juga takut hidup wajar, semua yang diinginkan adalah yang serba lebih.
Teroris meskipun dikesankan berani mati, ia sebenarnya adalah orang yang memendam ketakutan. Takut karena kenyataan di luar dirinya tak sama atau bahkan berlawanan dengan keinginannya. Sehingga dengan cara mati pun dia ingin mewujudkan keinginannya yang tak pernah bisa dinikmatinya. Ia tergolong orang yang berani mati, tetapi takut hidup. Dengan demikian teroris adalah makhluk yang super penakut.
Kisah yang diceritakan dalam dongeng maupun fiksi lainnya banyak mengandung unsur ketakutan. Malin Kundang yang berangkat dari keluarga yang sederhana kemudian merantau. Ia merantau karena takut hidup dalam kesederhanaan. Maka, ibunya ditinggalkannya. Dalam perantauannya, dia mengalami sukses yang luar biasa. Namun, meskipun dia sudah sukses dan merengkuh semua yang dicita-citakan dia tidak berhasil menepis rasa takutnya.
            Suatu hari, dia berjumpa dengan seorang perempuan dan ia mengenalinya secara sungguh, bahwa ia adalah ibu kandungnya. Penampilan ibu kandungnya bertolak belakang dengan dirinya saat ini. Ibunya terkesan miskin, hina dina. Dirinya tampan, penuh pesona dibalut busana menawan dan dikelilingi kekayaan yang luar biasa.
            Ia diliputi ketakutan. Takut kalau ia yang kaya raya memiliki ibu yang miskin. Ia pun menyangkal, kalau di depannya bukanlah ibunya, meski ia yakin bahwa perempuan tersebut adalah ibunya. Karena takut, ia menolak ibunya.
            Ketakutan pun menggelayuti para agamawan, orang-orang yang dikenal dekat dengan Tuhan. Mereka ketakutan, kalau ada penganut agama lainnya berkembang dengan pesat. Mereka ketakutan kalau para penganut agama lainnya bisa membangun tempat ibadah dan selanjutnya bisa beribadah dengan nyaman serta beranak-pinak. Mereka takut kalau para penganut agama lainnya suatu ketika bisa membuat imannya lemah.
            Maka, dengan ketakutannya para agamawan membuat tindakan misalnya upaya menghambat berkembangnya agama lainnya baik dengan cara halus maupun dengan cara kasar. Dengan cara halus misalnya dengan membuat aturan-aturan yang disahkan penguasa supaya agama-agama tertentu tak berkembang dengan baik. Dengan cara kasar misalnya dengan kekerasan yang tak jarang menyebabkan korban nyawa, selain harta benda.
            Apakah manusia tidak boleh takut? Tentu boleh. Perasaan tersebut adalah perangkat lunak yang sudah dibawa manusia sejak lahir. Sejak bayi begitu mendengar suara keras, bayi menangis, takut. Begitu melihat sesuatu dan takut, bayi akan menangis.
            Namun, ketakutan seseorang tak semestinya membuat ketakutan baru pada yang lainnya apalagi menyebabkan korban. Sejarah perang di dunia ini sebenarnya adalah sejarah ketakutan manusia. Manusia takut kehilangan kekuasaan. Ken Arok dengan keris Mpu Gandring membunuh Tunggul Ametung dan kemudian diikuti rentetan pembunuhan berikutnya karena masing-masing diliputi ketakutan. Manusia takut kehilangan perempuan. Rahwana pun menculik Sinta yang menyebabkan perang melawan Ramayana. Manusia takut kehilangan harta benda. Aktivis pejuang kemanusiaan pun membelot menjadi pemuja harta benda orang yang sebelumnya dilawannya.
            Jika ketakutan macam itu hanya menyebabkan kerusakan, untuk apa dihidupi terus menerus? Bukankah itu menakutkan?

Post a Comment

Kesan/Pesan