Sungguh fenomenal dan kita musti berkata ”Wow”, meminjam salah satu kata dalam sebuah iklan di televisi ketika menyimak perempuan yang satu ini. Seorang pedagang sayur dari Taiwan mampu mengubah kehidupan banyak orang di negaranya dengan mendonasikan 231.800 dollar AS atau setara dengan Rp 2,9 miliar (Harian Kompas, 29 September 2012).  Dia adalah Chen Shu Jiu (61) yang telah melakukan kegiatan amal kemanusiaan dari lapak sayurnya.
Karena semangat altruismenya, dia menerima Ramon Magsaysay Award 2012. Dari aktivitas penjualan sayur-mayurnya, perempuan yang biasa dipanggil Chen itu bisa membangun perpustakaan, memberi nafkah dan tempat tinggal bagi anak-anak telantar ataupun keluarga pengungsi akibat bencana.

Perempuan beragama Buddha itu juga terlibat dalam kegiatan amal terkait dengan perawatan kesehatan dan pendidikan anak. Dia mendanai sekolah yang dikelola biara Buddha dan membantu organisasi nirlaba Kristen yang berusaha menyelamatkan anak-anak telantar serta menyediakan makanan, tempat tinggal, maupun pakaian. Bahkan tak ketinggalan pula perawatan kesehatan dan pendidikan bagi mereka. Dan tentu saja masih banyak kebaikan lainnya yang tak cukup diceritakan di sini.
Yang menarik adalah ia tetap hidup sederhana meski telah menerima penghargaan altruistik itu. Diceritakan di Harian Kompas bahwa ia adalah seorang yang hidup hemat dan merasa puas dalam kondisi yang bersahaja. Bahkan dia makan cukup dua kali sehari, tidak berlebihan, dan seorang vegetarian. Kadangkala dia harus  tidur di lantai. Menurutnya, hidup yang sederhana, tidak berlebihan, dan peduli kepada sesama yang membutuhkan adalah hidup yang lebih bermutu. ”Filsafat hidup saya adalah kesederhanaan,” katanya. Maka, hadiah uang 50.000 dollar AS akibat Ramon Magsaysay Award 2012, dia berikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia menegaskan bahwa hidup akan bermakna jika saling berbagi dalam berbagai hal yang mampu membawa ke arah perubahan hidup yang lebih baik dan bermakna.
Kata-kata kunci yang bisa dipelajari dari Chen adalah hidup sederhana, jauh dari kemewahan. Tentu, ini suatu hal yang melawan arus kecenderungan masyarakat pada umumnya. Orang berlomba-lomba mencari citra dirinya dengan berusaha membelanjakan pendapatannya hanya supaya mereka bisa disebut (menyebut diri) gaul, kaya, cantik, ganteng, kuat, hebat, punya pengaruh ataupun sejenisnya. Seolah menjadi hal gila jika kita tidak mengikuti kecenderungan itu. Orang sederhana seolah menjadi orang aneh di antara para pengejar citra dan kemewahan.
Masyarakat makin tergoda membeli citra ketika iklan dan tawaran produk membanjiri media dan jejaring sosial yang dimilikinya. Perlengkapan gadget, kendaraan, rumah, pakaian maupun makanan mendikte gaya hidup masyarakat. Manusia tunduk dan memuja citra.
Berbagai cara dipenuhi untuk memuaskan nafsu citra itu, mulai dari membelanjakan uang melebihi kebutuhan, manipulasi, korupsi bahkan melakukan tindak kriminal. Orang beragama pun larut dalam suasana itu. Tempat-tempat ibadah ramai dengan mobil-mobil terbaru. Pakaian-pakaian terbaru dan mahal dipakai ketika beribadah. Gadget tercanggih ditenteng. Semua itu belum tentu menjadi kebutuhannnya. Dengan telah membelanjakan uang sedemikian banyak, masih mempunyai daya atau tidak untuk berbagi pada yang membutuhkan? Ah, mereka sendiri yang tahu jawabannya.
Chen yang hanya dengan menjual sayur telah membuat perubahan yang luar biasa karena dia hidup sederhana, tidak memanja diri serta tidak gila citra. Maka, sebenarnya siapapun  bisa berbagi entah dari kelebihan maupun dari kekurangannya. Chen tentu berbagi dari kesederhanaan hidupnya. Janda miskin yang diceritakan Penginjil Lukas dan diapresiasi Yesus pun berbagi dari kekurangannya.
Andai semua orang bisa hidup sederhana, lalu menyisihkan kelebihannya dan berbagi tentu dunia ini tak perlu meratap dan menangis lagi. Yang kaya dan miskin bersatu berbagi. Lebih membahagiakan dan mengharukan lagi ketika yang miskin bisa berbagi dan ketika supaya bisa berbagi dia harus hidup sederhana. Ia mengurangi hak untuk dirinya supaya haknya dialihkan kepada orang lain. Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi orang-orang yang belum bisa berbagi. Ukuran berbaginya? Saya tidak tahu?
Fransiskus Asisi dalam doanya, ”Tuhan, Jadikanlah Aku Pembawa Damai” mengatakan ”…Semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur.
Memahami daripada dipahami. Mencintai daripada dicintai. Sebab dengan memberi aku menerima…” Dan Chen Shu Jiu menerima kebahagiaan. Upahnya adalah berbagi.

Post a Comment

Kesan/Pesan