Akhirnya, yang kuimpi-impikan dalam waktu beberapa saat akan menjadi kenyataan. Mimpi itu adalah memiliki sepeda motor. Tak perlu muluk-muluk, yang kuimpikan cukup sepeda motor Honda Astrea Grand 1996 100 cc bekas. Mengapa? Karena aku tak mampu membeli sepeda motor baru. Tanggal 4 April 2009, sepeda motor itu berhasil aku beli di sebuah showroom sepeda motor bekas seharga 5,4 juta rupiah. Itu pun separuhnya aku pinjam uang dan selebihnya, aku mengangsur sedikit demi sedikit. Memilukan.

Ah, tidak juga. Aku memang mencari motor yang kira-kira aku masih bisa membelinya meski harus mengangsur sedikit. Dengan teman, kami berangkat ke showroom untuk membeli sepeda motor tersebut. Setelah mencoba akhirnya kuputuskan untuk membelinya. Kupikir 100 cc cukup untuk menjelajah kota Semarang yang terdiri dari lokasi naik turun, sehingga motorku cukup kuat untuk menunaikan tugas mengantarku ke manapun. Kondisinya pun tak sempurna sekali, namun cukup berfungsi dengan baik. Memang dari awal aku sengaja mencari sepeda motor yang fungsional, artinya bisa berfungsi sesuai dengan kebutuhanku.

Setelah kubawa pulang, beberapa saat kemudian kumintakan berkat pada pastor, supaya motor tersebut benar-benar tak hanya berfungsi sebagai alat angkut saja tetapi juga menjadi alat dalam memuliakan nama-Nya.

Setelah diberi berkat, kuberi nama motor tersebut, Paulus. Paulus adalah penyebar iman yang sangat gigih menyebarkan iman dari satu tempat ke tempat lain, tanpa kenal menyerah. Berbagai tantangan dihadapinya tanpa menyerah sedikit pun demi kemuliaan Tuhan. 
Aku harapkan juga dengan naik Paulus, semangatku tak surut meski harus menghadapi kendala apapun. 

Sejak itulah, kegiatanku diwarnai dengan kebersamaan dengan Paulus. Ketika kami menanjak melaui jalan dengan derajat kemiringan yang cukup menantang sementara Paulus sepertinya sudah kehabisan tenaga, aku pun berteriak, "Go, Paulus!" Baik diriku dan Paulus mencoba untuk menjaga semangat ini tetap menyala. 

Pertama kali, aku melaju ke Yogyakarta dari Semarang ketika kekasihku sakit dan dirawat di rumah sakit. Biasanya, aku naik bus, dan dia sendiri yang menjemputku di sebuah tempat. Karena kekasihku yang sakit, maka aku putuskan untuk berangkat sendiri karena dia tak mungkin bisa menjemputku. 
Merepotkan orang-orang di rumahnya jelas tak mungkin, karena semuanya juga sudah repot. 

Maka, sambil menguji kemampuan Paulus, aku pun meluncur ke Jogja dengan pelan karena memang larinya tak bisa cepat. Sabar adalah kunci mengendarai Paulus. Dan memang benar meski agak lama, akhirnya saya sampai juga ke rumah sakit tempat kekasihku dirawat. Itu adalah kali pertama, Paulus berhasil menaklukan jalur Semarang-Yogyakarta dengan lancar. Kekasihku sekarang sudah menjadi istriku. Kini, hampir setiap akhir pekan aku meluncur ke Jogya bersama Paulus

Post a Comment

Kesan/Pesan