Orang-orang begitu getol membangun tempat ibadah agamanya. Umat agama
apapun, tergila-gila untuk membangun tempat-tempat ibadah. Seolah dengan
membangun tempat ibadah, dirinya telah beribadah sesungguhnya. Di samping
dirinya ingin mendirikan tempat ibadah, orang-orang pun dengan cara sedemikian
rupa, legal atau ilegal, menghalangi pemeluk agama lain membangun tempat
ibadah. Dulu, alasan menghalangi atau menolak keberadaan tempat ibadah agama
lain karena dianggap meresahkan warga masyarakat. Jadi atas nama warga
masyarakat yang sebenarnya juga tidak selalu resah, mereka menolak pembangunan
tempat ibadah agama lain. Tidak
cukup hanya menolak, perusakan seperti pembakaran maupun penghancuran pun
dilakukan.
Sekarang, selain memakai cara
ilegal, mereka juga memakai cara legal misalnya dengan memakai aturan
perundangan dari pemerintah mengenai izin mendirikan bangunan tempat ibadah. Jika
masyarakat setempat sudah setuju atas pembangunan tempat ibadah, agitasi untuk
menolak keberadaan tempat ibadah agama lain dilakukan dengan berbagai cara.
Bilangan umat pemeluk agama
yang mendirikan tempat ibadah dengan masyarakat sekitar dibandingkan. Jika
masih belum mendapat data yang cukup, manipulasi data pun dilakukan dengan
memobilisasi tanda tangan. Jika itu dirasa belum cukup, pengerahan massa dari
luar wilayah dilakukan untuk melakukan teror.
Sementara itu, jika tempat
ibadah agama lain sudah dibangun, tak segan orang menanyakan legalitas
pendirian bangunan berdasar aturan hukum yang baru meskipun sebenarnya bangunan
sudah jauh berdiri sangat lama sebelum aturan tersebut dibuat. Logika yang
dibangun tidak masuk akal, cenderung culas. Dan catat, itu semua bisa saja
menghinggapi pada semua pemeluk agama.
Yang satu membangun tempat
ibadah atas nama agama, yang lain menolak pembangunan agama lain juga karena
atas nama agama yang dianutnya. Agama yang sejatinya menjadi penuntun kebaikan
menjadi alat untuk menghancurkan.
Bagiku, membangun tempat
ibadah bukannya tidak penting. Itu penting, tapi nggak segitunya kaleee.....
Semua dana digelontorkan hanya untuk membangun gedung yang nanti bakal menjadi
tempat ibadah. Namun, kerap kali kita terjebak, bahwa kita membangun sebuah
monumen ambisi atau mercusuar. Bukan didasarkan pada kebutuhan yang sebenarnya.
Padahal untuk membangun, dibutuhkan dana yang sangat besar. Tak jarang pula,
setelah bangunan jadi bukannya lebih murah biaya operasionalnya, namun justru
menyedot biaya yang jauh lebih tinggi. Dana yang tinggi itu tentu sebenarnya
bisa jauh berguna untuk orang-orang yang membutuhkan. Dan tak jarang pula, umat
justru gagap dengan bangunan baru karena mereka merasa bahwa tempat itu tidak
menyerupai habitat hidupnya lagi. Padahal tempat ibadah adalah tempat untuk
berdoa kepada Tuhan.
Namun, menurutku, yang lebih
penting sebenarnya adalah membangun bait Allah yang melekat pada diri manusia karena
di sanalah Roh Allah bersemayam sebagaimana diserukan Paulus. Karena justru
manusialah yang mempunyai kehendak bebas untuk melakukan segala tindakannya. Tempat
ibadah hanyalah sekadar sarana. Bukankah yang lebih penting adalah pemakainya
(manusia) bukan sarananya?
Maka, membangun manusia supaya memiliki keutamaan yang
diharapkan Allah adalah lebih penting.
Kahlil Gibran pernah berkata
bahwa keseharian kita adalah tempat ibadah kita yang sebenarnya. Karena dalam
keseharian itu, manusia melalui budi, hati dan tindakannya melakukan berbagai
aktivitasnya yang menunjukkan tanda baktinya pada Tuhan.
Suatu ketika dalam
kegalauannya, St Fransiskus Asisi berdoa di Gereja kecil San Damiano. Ia berlutut berdoa di depan salib. Tiba-tiba, Fransiskus mendengar
suara yang keluar dari bibir Yesus yang Tersalib, “Fransiskus, pergi dan
perbaikilah GerejaKu yang kau lihat hampir roboh ini.”
Fransiskus menduga
bahwa dirinya diperintahkan untuk membangun gereja itu. Namun, akhirnya ia menyadari
bahwa bukan bangunan gereja yang pertama-tama dibangun melainkan persekutuan
orang-orang yang beriman dalam Yesus Kristus. Maka Fransiskus pun membangun
Gereja dengan menghayati Injil secara radikal dan mewartakan iman pada
orang-orang supaya berpaling pada Allah.
Manusia mesti harus
dibangun terlebih dahulu. Tempat ibadah adalah sarana. Tentu, kita sedih bukan,
jika semakin banyak tempat ibadah dibangun di setiap wilayah rukun tetangga
(RT) bahkan megah, namun korupsi, kekerasan dan kerusakan lingkungan hidup
akibat ulah manusia masih saja terjadi?
Posting Komentar untuk "Tempat Ibadah"
Kesan/Pesan
Posting Komentar