Presiden SBY akhirnya menganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada I.J. Kasimo dan enam Pahlawan Nasional lainnya serta Tanda Kehormatan RI di Istana Negara Jakarta, Selasa (8/11/2011).
I.J. Kasimo
I.J. Kasimo adalah tokoh yang teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan. Salah satunya semangat itu terlihat melalui pidatonya   dalam sidang Volksraad  19 Juli 1932 yang menyerukan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. “Tuan Ketua! Dengan ini saya menyatakan bahwa suku-suku bangsa Indonesia yang berada dibawah kekuasaan Negeri Belanda, menurut kodratnya mempunyai hak serta kewajiban untuk membina eksistensinya sendiri sebagai bangsa, dan karenanya berhak memperjuangkan pengaturan negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai dengan kebutuhan nasional, yaitu sesempurna mungkin.  Ini berarti bahwa Negeri Belanda sebagai negara berbudaya terpanggil untuk ikut mengembangkan seluruh rakyat, dan khususnya sebagai negara penjajah, mempunyai kewajiban untuk membimbing dan merampungkan pendidikan rakyat, sehingga dengan demikian dapat dicapai kesejahteraan rakyat Indonesia, untuk kemudian dapat diberikan hak untuk mengatur dan akhirnya memerintah sendiri.”
Kata-kata itu menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang selalu prihatin dengan nasib bangsanya sendiri. Ia berjuang supaya kemerdekaan bangsa Indonesia bisa segera tercapai.
Sebagai orang Katolik, menurut beberapa sumber, ia sangat rajin mengikuti misa kudus. Ia bisa menyeimbangkan antara pengungkapan iman dan perwujudan iman. Bahwa beriman tidak sebatas hanya pada lingkup altar, namun ia menjadikan altar itu sebagai sumber kekuatan untuk berjuang.
Ia juga mendirikan partai Katolik sebagai wadah perjuangannya. Meski partainya bernafas kekatolikan, namun ia memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai latar agama yang berbeda. Perbedaan agama bukan menjadi pemecah namun menjadi peluang perjuangan bersama.
Dia juga pernah membela buruh-buruh perkebunan Karet milik Belanda meskipun pada saat itu dia adalah mandor perkebunan tersebut. Jabatan yang sebenarnya bisa menjadi pencaharian hidupnya dia pertaruhkan demi membela buruh-buruh yang tertindas tersebut. Akibat pembelaan terhadap para buruh itu, dia diberhentikan dari jabatan sebagai mandor kebun lalu menjadi seorang guru seperti profesi sebelumnya.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa dipelajari dari I.J. Kasimo. Pertama, ia bisa menyeimbangkan antara altar dan pasar, antara ungkapan iman dan perwujudan iman. Kedua, dia tokoh yang berjuang demi keselamatan bangsa umumnya, bukan hanya orang-orang Katolik. Maka, sikap sektarian bukan menjadi pilihan hidupnya. Ketiga, ia memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap orang-orang tertindas.
Kondisi saat ini pun sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konteks hidup I.J. Kasimo. Penindasan dan perlakuan tidak adil antarsesama manusia masih terjadi. Bahkan saat ini juga muncul sektarianisme yang sering memakan korban. Tindakan dan keprihatinan I.J. Kasimo masih sangat relevan untuk dihidupkan kembali pada saat ini.
Maka, berdasarkan rasa syukur atas penganugerahan gelar pahlawan nasional I.J Kasimo dan mempelajari semangat serta tindakannya, kita perlu menghidupkan semangat yang dulu pernah dihidupi I.J. Kasimo dalam konteks masa kini.

1 Komentar

Kesan/Pesan

Anonim mengatakan…
Luar biasa I.J. Kasimo