Ketika Presiden Amerika Serikat George Bush mengeluarkan kebijakan perangnya menggempur Irak pada September 2001, K.H. Achmad Mustofa Bisri atau yang biasa dikenal Gus Mus adalah salah satu orang yang menentang kebijakannya melalui puisi berjudul Karena Kau Manusia.
Aku menyayangimu karena kau manusia/Tapi kalau kau sewenang-wenang kepada manusia/Aku akan menentangmu karena aku manusia//Aku menyayangimu karena kamu manusia/Tapi kalau kau memerangi manusia/Aku akan mengutukmu karena aku manusia//Aku menyayangimu karena kamu manusia/Tapi kalau kau menghancurkan kemanusiaan/Aku akan melawanmu karena aku manusia//Aku akan tetap menyayangimu/Karena kau tetap manusia/Karena aku manusia//
Tentu puisi itu lahir dari seorang yang berbudi jernih, penuh kasih, dan sangat dekat dengan Tuhan. Kemarahan yang diekspresikannya semata-mata bukan letupan perasaannya namun kepekaannya dalam berempati kepada korban perang. Tidak hanya itu, ia bahkan tetap mencintai orang-orang yang melakukan kekerasan itu karena orang-orang tersebut adalah manusia sama seperti dirinya juga manusia.
Hal yang sangat berbeda dengan kecenderungan manusia pada umumnya. Ketika dia disakiti, ia akan membalas dengan menyakiti. Ketika ia diperlakukan dengan kekerasan, ia tak segan akan membalas kekerasan tersebut. Kau jual, aku beli! Itu istilah preman pasar yang kerap terdengar yang mengartikan bahwa setiap kekerasan akan dibalas dengan kekerasan. Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Dengan demikian rantai kekerasan terus berlanjut dengan eskalasi yang mengerikan.
Melalui puisi yang juga dinyanyikan oleh Iwan Fals itu, Gus Mus menyatakan ketidaksetujuannya pada perang yang dilancarkan oleh Bush. Secara eksplisit ia tulis “Aku akan menentangmu karena aku manusia”, “Aku akan mengutukmu karena aku manusia”, dan “Aku akan melawanmu karena aku manusia”. Namun, menariknya, ia menentang antikemanusiaan dengan kemanusiaan. Aku akan tetap menyayangimu/Karena kau tetap manusia/Karena aku manusia//
Kyai dari Rembang itu tidak membenci orang yang melakukan kekerasan perang namun, ia membenci perilaku perangnya. Budaya kehidupan berakar dalam dirinya. Manusia adalah citra Tuhan (Imagio Dei). Melalui manusia tergambar wajah Tuhan. Meski manusia-manusia itu saling berperang, namun wajah Tuhan yang penuh kasih itu tetap tergambar dari banyak orang yang menentang perang atau kekerasan. Wajah Tuhan semakin tercitra pada orang-orang yang menyuarakan perdamaian.
Dengan keprihatinan dan seruan itu Gus Mus berdiri sejajar dengan orang-orang yang penuh kelembutan seperti Mahatma Gandhi, Fransiskus Assisi, Chico Mendez dan sederet tokoh lainnya yang berjuang dengan penuh kelembutan. Kekerasan bukanlah kosakata tindakannya.
Masyarakat saat ini mudah marah dan tak segan melakukan kekerasan yang melanggar kehidupan. Dengan sedikit pemicu saja, darah manusia sudah tercecer dengan derasnya. Kata-kata makian mudah terlontar. Masyarakatnya, seakan tidak punya cara lain kecuali melampiaskan kemarahannya dengan melakukan kekerasan. Dalam situasi seperti itu, masyarakat membutuhkan kelembutan.
Kelembutan dicapai dengan keheningan. Dalam keheningan itu terjadilah dialog yang sangat intim dengan Allah. Gerakan-gerakan antikekerasan banyak dilakukan oleh orang-orang yang sangat dekat dengan Tuhan. Mereka mengalami Tuhan yang adalah kasih (Deus Caritas Est). Tuhan tidak menghendaki kekerasan menerpa manusia yang merupakan citra-Nya, percikan ilahi-Nya.
Dalam keheningan relasi dengan Allah yang adalah kasih, manusia disadarkan keintiman dengan Allah menjadi inspirasi hidup damai dengan sesama manusia bahkan seluruh ciptaan-Nya. Jadi tidak mungkin orang yang beriman pada Tuhan akan melakukan kekerasan karena Tuhan sendiri adalah mahakasih dan maharahim. Tidak bisa dibenarkan pula, orang berteriak menyebut nama Tuhan namun membunuh orang, merusak kehidupan, dan merugikan orang lain.
Jikalau itu yang terjadi bukan Tuhan yang menguasai diri manusia karena kuasa Tuhan bukan untuk membunuh dan melakukan kekerasan. Namun, Tuhan telah dibajak dalam tindak kekerasan. Pembunuhan atas nama Tuhan. Manusia memperalat Tuhan yang sama sekali tidak punya watak menebar kekerasan.
Sebaliknya, tentang cinta kasih pada sesama manusia, Dalai Lama mengatakan ada cinta dan belas kasih sejati yang tidak pilih-pilih dan bahkan meluas sampai menjangkau musuhnya. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” kata Yesus. Dan lebih tegas pula, Yesus mengatakan “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu…”.
Sulit sekali!
Posting Komentar untuk "Karena Kamu Manusia!"
Kesan/Pesan
Posting Komentar