Siapakah sesama rekan kerja Anda? Pertanyaan ini menjadi penting mengingat saya sering menjumpai konflik dan bahkan menjadi pelaku atau korban konflik antar karyawan di suatu tempat kerja. Tidak hanya konflik, namun konflik beranjak kepada kekerasan. Betapa mengerikan! Konflik biasanya dari hal-hal yang sangat sepele. Misalnya, persaingan memperoleh target, iri, cemburu atau ambisi yang tidak tersampaikan, sikap pilih kasih bahkan luka batin yang tak kunjung sembuh. 

Bentuk konflik mungkin diawali dengan saling mendiamkan, lebih tinggi lagi konflik diwujudkan dengan menjegal dan menjatuhkan karyawan lain yang dianggap  "saingan" di depan pimpinan. Jadi karyawan menghadapi dua persaingan. Pertama, saingan dengan sesama rekan kerja. Kedua, saingan dengan karyawan perusahaan sejenis. Di dalam terbentur. Di luar terpukul. 
Sementara itu, konflik yang berujung para kekerasan sering meletup dalam kekerasan verbal bahkan tindakan. Tak jarang kita sering menjumpai antar karyawan atau bahkan pimpinan terhadap bawahannya ngunek-uneke (memarahi habis-habisan). Tak hanya memarahi, kadang mereka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas misalnya mengumpat dengan menyebut nama-nama hewan atau umpatan yang tidak pantas diucapkan persis seperti yang diucapkan para wakil rakyat kita beberapa waktu lalu. 

Memang perbedaan kepentingan, target, tipe kepribadian, ataupun tingkat kedewasaan karyawan memengaruhi cara kerja mereka dalam menunaikan tugasnya. Kepentingan mendapatkan target minimal atau maksimal terkadang memicu konflik antarkaryawan. Ini sangat mudah terlihat pada divisi marketing misalnya dengan rebutan klien. Sementara itu perbedaan kepentingan seorang karyawan pun memicu terjadinya konflik misalnya yang satu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara yang lain bekerja sebagai wujud aktualisasi diri. Tipe kepribadian pun memengaruhi tingkat konflik antar karyawan, terlebih jika mereka tidak saling mengerti dan cenderung lebih memperhatikan diri sendiri. Yang berbeda dengan dirinya dianggap salah dan tidak sempurna. Ini gawat. Sementara itu karyawan yang secara usia lebih tua belum tentu memiliki kedewasaan dalam menyikapi situasi maupun peristiwa yang terjadi dalam tempat kerja.

Jika yang kerap terjadi adalah demikian, maka visi bersama yang dibangun dalam tempat kerja akan luntur menjadi visi pribadi yang kadang bertentangan dengan visi tempat kerja. Tak jarang mereka pun tergoda hanya menuruti ambisi pribadi. Dalam hal ini, tim kerja sudah gagal. Jangankan untuk menguasai pasar, menguasai diri sendiri dan perusahaan saja sudah tidak mampu. Situasi itu mengondisikan tempat kerja/perusahaan dalam kondisi siap hancur.

Maka, yang mungkin bisa dilakukan adalah membuat mindset ulang. "Siapakah sesama rekan kerja Anda?" Pertanyaan ini  bisa menjadi acuan dalam membuat mindset baru. Jika karyawan lain dianggap musuh/kompetitor/pesaing, yang terjadi berikutny adalah perang saudara. Karyawan adalah serigala bagi karyawan lain. Perusahaan yang mengalami hal ini tidak akan pernah siap  menapaki ranah pasar yang lebih luas.

Cara pandang karyawan tersebut mestinya dibangun demikian, karyawan lain adalah saudara dalam membangun visi bersama apapun dia dengan latar belakang yang berbeda. Dengan cara ini sebenarnya, masing-masing bisa memunculkan potensi pribadi yang bisa mengembangkan kemampuan segenap karyawan. Sementara itu, potensi negatif yang bisa menghancurkan tim kerja diredam oleh masing-masing individu.

Cara pandang itu di samping humanis juga sangat ilahi. Mengingat karyawan adalah sesama makhluk ciptaan yang semestinya bersaudara. Dengan demikian, iklim gotong royong akan terasa. Antar karyawan bisa saling bahu membahu mencapai target baik kuantitatif maupun kualitatif.
Dan siap-siaplah meraih sukses bersama!

Post a Comment

Kesan/Pesan