Doa

Seringkali kita berdoa atau pergi ke tempat ibadah hanya untuk memenuhi hasrat kerohanian kita belaka. Itu tidak salah dibanding ke tempat ibadah hanya untuk tujuan lain misalnya pamer kendaraan, pakaian ataupun sekedar cuci mata. Namun seringkali kita terlena dalam kenikmatan doa dengan mengacuhkan kondisi di sekeliling kita. Doa didaraskan dengan segala hasrat kerinduan yang menyala. Seakan-akan kita terbang dalam sebuah kenikmatan. Terbang. Tinggi. Nikmat. Namun kita lupa pada kondisi obyektif di sekeliling kita.
Di sekitar kita masih kita jumpai kemiskinan, kebodohan, penghisapan, dan ketidakadilan. Namun seakan-akan kita melupakan kondisi itu. Kenikmatan doa dilangsungkan dengan cara melupakan hal-hal buruk tadi. Dengan cara itu kenikmatan subyektif dengan leluasa kita nikmati. Di sini terlihat bahwa doa atau ibadah sekedar pemuasan hasrat saja.
Terkadang pula sebagai manusia, kita selalu dirundung masalah. Pekerjaan, kemajuan teknologi, permasalahan sosial terkadang memunculkan permasalahan tersendiri. Di saat itulah biasanya kita mencari cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Berbagai cara ditempuh mulai dari cara biasa hingga cara yang luar biasa. Terkadang kita harus membolak-balik buku kiat-kiat mengatasi masalah. Namun kadang solusi belum juga ditemukan. Akhirnya doa menjadi piliham. Dengan berdoa kita berharap bahwa semua permasalahan hidup akan teratasi. Akhirnya setiap ada masalah doa menjadi pilihan solusi. Ketika ada masalah kita menjadikan doa sebagai obatnya. Dalam hal ini doa menjadi solusi.
Sayangnya, jika tidak disadari doa itu bisa mengasingkan seseorang dari kondisi di sekitarnya. Karena terlalu khusyuk berdoa, kadang kita terlupa bahwa di luar sana ada orang yang membutuhkan kita, kita mengabaikan mereka begitu saja. Bahkan kita menjadi seolah-olah buta dan tuli karena tenggelam dalam doa dan peribadatan kita.
Doa model ini akan mengasingkan kita dari kenyataan hidup kita dengan orang lain yang masih menderita. Kalau tidak hati-hati, doa sebagai solusi dan pemuas hasrat tidak berbeda dengan candu. Jika kita tidak melakukannya seperti ada dorongan yang menghentak-hentak dari dalam diri. Bahkan karena terlalu butuh, kita tanpa sadar tidak mendengarkan dan memperhatikan orang dengan berbagai masalahnya di sekitar kita. Dengan sikap terburu-buru, kita langsung mendaraskan doa. Beberapa waktu kemudian, kita tenggelam dalam kenikmatan doa. Jelas di sini ada kesalahan motivasi dalam doa. Doa dibelokkan menjadi alat pemuas belaka tak berbeda dengan minuman keras atau barang yang memabukkan.
Maka, tidak heran, ketika selesai berdoa atau keluar dari tempat ibadah, kita merasa biasa saja ketika melihat ada pengemis yang jelas-jelas dalam struktur sosial entah karena kesalahannya atau kesalahan lingkungannya, ia menderita. Bahkan yang muncul adalah rasa jijik dan ingin segera menyingkir.
Tentu akan lebih baik, jika doa tidak hanya pada tataran itu. Doa adalah bentuk dialog tiga pihak, yaitu diri, lingkungan (sesama) dan Allah. Sebagai orang percaya, semua ciptaan di dunia diciptakan Allah dalam keadaan baik adanya. Doa adalah bentuk komentar, harapan dan komitmen akan hidup yang lebih baik. Dalam doa kita mengadu pada Allah akan kondisi yang kita alami, sedih, takut dan cemas. Dalam doa, kita menyerahkan harapan pada Allah. Kita berpasrah pada Allah yang selalu berkehendak pada dunia dan ciptaan-Nya. Di sanalah kita meletakan segala harapan pada Allah sepenuhnya. Dalam doa pula, kita seharusnya membangun komitmen. Kita berdoa sebaiknya bukan hanya untuk kepentingan kita. Melalui doa, kita juga berusaha mendengar suara Tuhan. Kita mencoba mendengarkan pesan-pesan-Nya atas masalah-masalah yang kita dan dunia ini alami.
Dalam doa kita juga menunjukkan keprihatinan kita akan kondisi dunia. Saat ini kita tidak menutup mata bahwa dunia ini sarat dengan kebobrokan. Kemiskinan, kebodohan, penghisapan, dan ketidakadilan masih saja ada. Tentu akan baik, jika dalam berdoa kita menimba semangat baru untuk membangun komitmen bahwa di dunia ini kita tidak hidup hanya untuk diri sendiri. Kita membangun komitmen untuk senantiasa andil dalam menciptakan tata dunia yang berkeadaban publik. Jadi doa yang kita daraskan menjadi inspirasi tindakan kita di dunia ini. Setelah membaca tanda-tanda zaman dan berdoa diharapkan kita mempunyai komitmen baru. Jadi doa menjadi semangat dan sarana pembebas akan dunia yang carut-marut. Doa menjadi kekuatan untuk memperbarui dunia, bukan alat pemuas kebutuhan rohani. Doa justru membuat kita masuk ke dalam kenyataan bukan justru mengasingkannya.
Lukas Awi Tristanto Tanggal 23 Juni 1979, tiba-tiba aku terlempar ke dunia. Rupanya Tuhan memberi aku kesempatan untuk berziarah menikmati harumnya kehidupan.

Posting Komentar untuk "Doa"