Ketika kita mencintai seseorang, terkadang ada hal-hal yang menyakitkan muncul mewarnai cinta itu sendiri. Hal yang menyakitkan itu muncul bisa dari orang yang kita cintai, orang-orang di sekitar kita, atau bahkan keadaan. Sering kali kita menjumpai hal-hal yang berlawanan dengan keinginan kita dari seseorang yang kita cintai tersebut. Orang yang cintanya selama ini diperjuangkan ternyata mempunyai kelemahan-kelemahan yang tidak kita kehendaki. Ada sisi-sisi buruk darinya yang terkadang membuat kita merasa sakit untuk mempertahankan cinta itu. Orang itu melukai diri kita. Namun, kita tetap bertahan karena cinta telah memilihnya. Karena cintalah, kita bisa memaklumi kelemahan orang tersebut. Kita mencintai orang itu tanpa berharap orang itu sesuai dengan keinginan kita. Kita mencintainya dengan apa adanya, walaupun sakit karena cinta telah memilih.
Orang-orang di sekitar kita dan orang yang kita cintai, terkadang membuat perlawanan-perlawanan yang bisa meruntuhkan cinta kita. Tak jarang kita menemui orang yang dengki, lalu, ia berniat menghancurkan cinta yang telah terbentuk. Selain dengki, ada juga orang-orang yang tidak setuju kalau kita mencintai seseorang yang telah kita pilih. Mereka mempunyai penilaian tersendiri tentang cinta. Ada ukuran-ukuran tertentu yang dipakai seperti status sosial, pangkat, pendidikan maupun harta. Karena itulah cinta berubah menjadi jual beli. Mereka memilih orang-orang yang mempunyai ukuran yang telah ditetapkan. Jadi cinta itu bersyarat bagi mereka. Akibatnya, mereka bisa saja menghalangi cinta sejati anaknya, temannya bahkan saudaranya. Mereka telah menetapkan pamrih dan syarat dalam cinta.
Seringkali pula, cinta harus berbenturan dengan keadaan. Ketika cinta itu berkobar laksana api yang membakar dengan hebatnya, tiba-tiba ada kendala dari keadaan yang melingkupi kita misalnya sosial budaya. Terkadang sosial budaya itu mempunyai aturan-aturannya tersendiri yang tidak pernah bisa dimengerti oleh orang yang mempunyai cinta. Praktik cinta hilang karena budaya yang menentangnya. Lalu, kita pun terluka.
Kita menuai luka ketika kita menyebarkan cinta. Nikmatnya cinta disertai dengan sakitnya luka. Cinta dan luka seolah menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun dari pengalaman cinta dan luka itu ada suatu hal yang menarik yaitu luka itu nikmat karena luka itu timbul ketika kita mencintai. Jadi, kita bisa merasakan luka itu tidak lagi sakit namun luka itu nikmat.
Ketika kita mencintai, kita seperti memetik sekuntum bunga mawar. Kita terkagum dengan keindahannya. Kita seakan terbius oleh harumnya mawar. Mata kita terpesona oleh warna yang menyelimuti bunga itu. Namun, kadang ketika kita memetiknya tangan kita pun terluka terkena durinya. Seharusnya ketika kita akan memetiknya kita sudah tahu bahwa ada risiko terkena durinya sehingga kita pun tidak terkejut. Selain menikmati keindahan warna, bentuk dan keharumannya yang penuh pesona ternyata ada duri yang siap untuk melukai. Mawar berduri. Keindahan cinta dan sakitnya cinta berpadu menjadi satu.
Pengalaman ini pun sama ketika Yesus yang dengan rela memberikan cinta-Nya kepada manusia yang berdosa, Dia harus berhadapan dengan kematian yang menyakitkan. Cinta-Nya kepada manusia yang berdosa telah menjadikan-Nya berani mengalami rasa sakit yang luar biasa. Ia mencintai manusia disertai dengan rasa sakit yang teramat sangat. Cintanya telah mengalahkan rasa sakit itu.
Maka ketika kita terpesona pada cinta janganlah lupa bahwa dibalik cinta terkadang muncul serangan yang menyakitkan. Laksana terpesona pada mawar, kita tidak hanya memilih kuntumnya yang indah dan harum tetapi kita juga harus siap memegang durinya yang telah siap untuk melukai. Namun dari pengalaman itu kita akan tahu betapa nikmatnya mencintai dan betapa nikmatnya sakit karena mencintai.

1 Komentar

Kesan/Pesan