Masker dari BH|Foto: priceprice.com
Sudah beberapa waktu ini, Pak Glenik kalau bepergian selalu memakai masker wajah. Ia merasa aman dan sesuai dengan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid19.

Namun, lebih dari itu, dia merasa lebih aman kalau bertemu Yu Iteng yang bikin dia gething. Yu Iteng kalau bertemu Pak Glenik selalu menggodanya. Namun, Pak Glenik merasa paling malas kalau bertemu Yu Iteng. Dengan masker yang menutup area hidung dan mulutnya, ia bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya, kecuali tatapan matanya.

Nah, benarlah saat yang tak disukai datang. Yu Iteng entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul di hadapannya. Mata genitnya tertuju pada tatapan Pak Glenik.
"Mau apa, Yu Iteng?" tanya Pak Glenik.

"Beb, ini demi kesehatan Ayang Bebeb, beli dong maskerku ini?" rajuk Yu Iteng.
"Masker kok berenda-renda kaya masker yang "itu"," tanggap Pak Glenik.
"Yang mana, Pak Glenik?" pancing Yu Iteng.
"Tuh!" jawab Pak Glenik mbegegeg. Matanya menatap canggung dada Yu Iteng yang bernas.

Tangannya lurus ke bawah. Badannya macak sikap sempurna seperti seorang prajurit. Mulutnya dari balik masker memonyong-monyongkan sedemikian rupa, menebar ejekan. Pak Glenik mendapat kesempatan. Mumpung pakai masker. Meski matanya teduh, mulutnya mengejek, namun tak terlihat.

Dalam hati, Pak Glenik merasa amat puas. Kepuasan level tinggi bisa ngenyek Yu Iteng. Karena sudah puas, Pak Glenik menanggapi tawaran Yu Iteng.

"Kalau seharga meterai, masker itu ku beli," kata Pak Glenik.
"Oh, meterai yang mana? Yang di Cikarang? Ah, ndak usah. Untuk Bebeb, tiba-tiba aku ingin menggratiskan saja. Jangankan masker ini, masker yang "ini" juga boleh," kata Yu Iteng sambil menatap lekat ke dadanya.
Pak Glenik lari sipat kuping, sembuyi di bibir jurang.

Post a Comment

Kesan/Pesan