Wayang Kancil yang menceritakan tentang ajakan melestarikan alam |
Ketika alam ciptaan dirusak dengan alasan kesejahteraan, ada manusia atau makhluk lain yang sebenarnya kehilangan kesempatan hidup dengan baik. Terlebih jika upaya itu dilakukan dengan tidak adil sama sekali. Akan ada korban yang menjerit, terlebih kaum miskin yang selama ini betapa terbatasnya mengakses hak hidupnya.
Betapa tidak? Ketika lingkungan alam
tertentu yang selama ini menjadi sumber hidup masyarakat karena di sana
tersedia sumber pangan dan pendukungnya, tiba-tiba diusik bahkan dirampas hanya
untuk sebuah kepentingan korporasi besar yang dengan pongahnya merusak tempat
tersebut untuk dijadikan tempat usaha baru, sejak itulah penderitaan muncul.
Masyarakat yang biasa menggantungkan hidupnya di sana terancam kehilangan
sumber pangan. Lebih dari itu budaya yang dihidupi secara turun temurun pun
terusik. Kemiskinan datang menyergap. Ada yang sangat kaya karena mengambil
terlalu banyak. Sebaliknya ada yang sangat miskin karena mereka tidak bisa
mengakses kekayaan alam tersebut. Di sinilah ketidakadilan terjadi.
Bagaimana mungkin antarmanusia bisa
hidup bersama jika berada dalam situasi tidak adil? Ada yang menjadi penghisap,
ada yang dihisap. Ada yang mendapat sangat banyak, ada yang hanya mendapat
remah-remah saja. Dalam rumah yang sama yakni bumi yang sudah menyediakan
semuanya untuk kehidupan, masih saja ada orang yang mengambil amat banyak
seraya menyingkirkan yang lain. Tidak hanya yang berada dalam angkatan
generasinya, namun generasi berikutnya pun terancam kehidupannya.
Rusaknya alam ciptaan atas nama
apapun sebenarnya merupakan gambaran moral manusia yang ada bersamanya. Tak
hanya pada alam lingkungannya sendiri tetapi juga pada sesama manusia yang
semestinya sama-sama menjadi subyek yang dijaga.
Menurutnya, krisis ekologis membuka
kebutuhan moral mendesak akan solidaritas baru.... Negara harus makin berbagi
tanggung jawab, secara komplementer, untuk perkembangan lingkungan alam dan
sosial yang damai dan sehat (no.10).
Lebih lanjut, Paus Santo Yohanes
Paulus II mengingatkan dalam pesan tersebut. Masyarakat modern tak akan
menemukan pemecahan masalah ekologis kalau tidak memperhatikan gaya hidupnya
secara serius. Di banyak bagian dunia ini masyarakat tunduk kepada pemuasan
instan serta konsumerisme, dan tetap acuh tak acuh terhadap kerugian yang
diakibatkannya. Seperti sudah saya katakan, keseriusan masalah ekologis membuka
kedalaman krisis moral manusia. Apabila penghargaan terhadap nilai pribadi
manusia dan hidup manusia tiada, maka kita kekurangan perhatian terhadap sesama
manusia dan bumi sendiri. Kesederhanaan, pengendalian diri dan disiplin
demikian pula semangat berkorban, harus menjadi bagian hidup sehari-hari, agar
jangan semua menderita konsekuensi negatif atas kebiasaan sembarangan sedikit
orang (no. 13).
Dalam hidup ini, ada keterhubungan
antar satu dengan yang lain dan masing-masing mempunyai pengaruh terhadap
keberadaan yang lain. Maka, terganggunya satu ciptaan akan mengakibatkan
terganggunya ciptaan yang lain. Rusaknya alam ciptaan juga menjadi ancaman
kehidupan manusia.
Paus Fransiskus melalui Ensiklik Laudato Si’ juga menegaskan
keterkaitan antara krisis lingkungan dengan krisis sosial. “Tidak ada dua
krisis terpisah, yang satu menyangkut lingkungan dan yang lain sosial. Hanya
ada satu krisis sosial-lingkungan yang kompleks. Pedoman untuk solusi membutuhkan
sebuah pendekatan integral untuk memerangi kemiskinan, memulihkan martabat
orang yang dikucilkan, dan pada saat yang sama melestarikan alam” (LS
139).
Mau tidak mau, jika ingin hidup baik di bumi yang adalah
rumah bersama, maka perhatian pada alam ciptaan dan manusia mesti menjadi
kesatuan yang tak terpisahkan. Keduanya terajut dalam relasi timbal balik. Ini
mesti menjadi cara hidup manusia apapun latar belakangnya. Mulai dari individu,
lembaga agama, Gereja, korporasi, maupun Negara mesti mempunyai visi kesatuan
keselamatan lingkungan dan sosial.
Terkhusus untuk korporasi dan pemerintah, sudah saatnya untuk
membangun komitmen tinggi bahwa pembangunan mesti memenangkan dua aspek
keselamatan lingkungan dan keselamatan manusia. Keduanya tidak boleh saling
menegasikan.
Demikian pula korporasi, tanpa harus menekan keuntungan,
keselamatan lingkungan dan manusia mesti menjadi visi korporasi yang tegas. Masing-masing
harus berimbang, jika memang korporasi mau menjaga martabat hidup manusia.
Selain pemerintah dan korporasi, pada tingkatan individu yang
pada akhirnya juga beraktivitas di berbagai lembaga atau Gereja pun pun
mestinya memiliki kesadaran integral akan keselamatan lingkungan dan sesama.
Santo Yohanes Paulus II menegaskan, dewasa ini krisis ekologis
mencapai proporsi sedemikian besar sehingga merupakan tanggung jawab setiap
orang..... Pada khususnya, kaum kristiani menyadari bahwa tanggung jawab mereka
dalam ciptaan dan kewajiban mereka terhadap alam dan Pencipta merupakan bagian
hakiki dari iman mereka. Akibatnya, mereka sadar akan luasnya bidang kerja sama
ekumenis dan antaragama yang terbentang di depan mereka (no. 15).
إرسال تعليق for "Meretas Krisis Lingkungan-Sosial"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق