
Ketika Kupulang
Berkaca di atas air
Kali kecil nan mengalir
Bias wajahku temaram
Latar pohonan memuram
Ketika kupulang
Yang kudapat getir menikam
Kemana hutanku hilang semak perdu merintih
Ribu hujanpun tak mampu
Bawa hijau padaku
Kemana kicauku terbang
Dahan ranting bersedih
Udara tak lagi ramah
Panas menyiksa bumi
Sudi bantu aku
Mewujudkan rimbaku dahulu
Bahu-membahu
Kita kan gapai impian
Hutanku hadir kembali
Semak dan perdu bersemi
Ribu hujanpun menyatu
Bawa hijau padaku
Kicau burung menemani
Dahan dan ranting berseri
Udara segar memadu
Menyejukkan jiwaku
Lirik lagu ‘Ketika Kupulang’ tersebut diciptakan oleh Katon Bagaskara yang kemudian
dinyanyikannya sendiri dalam album ‘Damai dan Cinta’ tahun 2000. Di dalamnya, tersirat
dan tersurat bahwa ada keprihatinan terhadap kerusakan hutan dan harapan akan
pulihnya hutan tersebut. Hutan memiliki fungsi yang sangat penting untuk
menjamin keberadaan air. Itulah cara seniman berkarya merefleksikan kerusakan
alam dan membangun harapan akan pulihnya alam ini.
Terkait dengan hal
tersebut ada gejala yang menarik. Sudah beberapa waktu ini, sebagian di antara
kita sudah tidak mengonsumsi air dari sumur sendiri. Sebagian dari kita lebih
memilih membeli air dalam kemasan entah yang terwadahi dalam galon atau botol. Hal
itu tetap dilakukan meskipun kita di rumah masing-masing sudah memiliki sumber
air dan sebenarnya masih layak untuk diminum.
Mungkin karena air yang
bersumber dari sumur di rumah atau mata air dianggap tidak praktis karena harus
dimasak dan tidak higienis, maka sebagian di antara kita lebih memilih untuk
membeli air dalam kemasan yang siap minum.
Air dalam kemasan
tersebut banyak yang diambil dari sumber-sumber air yang baik di lereng-lereng
pegunungan atau mata-mata air yang kaya mineral. Namun, itu sudah dikuasai oleh
korporasi. Sebagian dari kita hanyalah konsumen air tersebut dengan cara
membeli meski sebenarnya air adalah hadiah dari Tuhan sendiri.
Lama mengonsumsi air
dalam kemasan dengan cara membeli, lalu kita lupa menjaga air dari sumur atau
sumber-sumber air di sekitar kita. Dengan tidak menjaga toh, kita masih bisa
membelinya. Padahal sumber-sumber air yang kemudian airnya kita beli jika tidak
dirawat dan dijaga pada suatu ketika akan mengering jika perusahaan air hanya
bisa menyedot dan menyedot tanpa melakukan upaya konservasi.
Hal yang sama terjadi jika
kita yang di rumah masing-masing dan di lingkungan masing-masing absen merawat
dan menjaga sumber-sumber air kita. Pada suatu ketika kita akan mengalami sulit
air.
Dulu, kita dengan mudah
bisa menjumpai sungai yang bersih, dan kita pun tak sungkan untuk mandi di
sungai tersebut karena airnya masih jernih. Sekarang, banyak sungai yang kotor
karena sampah. Demikian pula sumber-sumber air yang dulu deras mengalirkan air
dan menjadi sumber air minum, sekarang banyak yang mulai mengalami penurunan
debit air untuk tidak mengatakan kering.
Seorang aktivis
lingkungan dari India, Vandana Shiva menulis dalam buku “Bebas dari
Pembangunan”, pada bulan Mei 1985, ratusan orang, termasuk polisi, terluka
dalam bentrokan untuk mendapatkan air di Jabalpur (hal. 228). Demikian pula,
beberapa kali di antara kita pernah mendengar ada perkelahian antar petani
karena berebut air untuk mengairi sawah ladangnya. Bahkan, kita pernah
mendengar bentrok atau perselisihan antara korporasi dan masyarakat. Korporasi yang
akan membuka usaha ekstraksi mendapat perlawanan dari masyarakat sekitar karena
keberadaan aktivitas korporasi tersebut mengancam sumber-sumber air yang selama
ini menjadi sandaran hidup masyarakat. Jika ada aktivitas industri ekstraksi,
maka daerah penangkapan air akan rusak sehingga sumber-sumber air yang menjadi
kehidupan masyarakat pun mengering.
Saya menduga, kepekaan
kita untuk menjaga air bisa makin menurun jika kita mengonsumsi air yang dibeli
tanpa berusaha menyadari anugerah yang telah diterima. Akan berbeda jika kita
mendapatkan air dari sumber-sumber air yang kita jaga selama ini. Saya ingat
betul, waktu itu masih kecil. Kami bermain di sebuah sumber air yang menjadi sumber
air warga. Warga biasa mengambil air itu baik untuk minum ataupun mandi. Suatu
ketika kami melihat ikan-ikan di air tersebut. Kami pun ingin menangkap ikan-ikan
di dalam sumber air itu dengan memasukkan badan kami ke dalam sumber air itu. Namun,
ikan tidak tertangkap, air menjadi keruh. Lalu, ada orang tua yang marah-marah
kepada kami ketika mendapati air yang akan digunakan untuk mandi itu keruh.
Orang tersebut pasti
memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap keberadaan sumber air yang
sangat vital tersebut. Sehingga dia bersama masyarakat yang lain berusaha agar
sumber air tersebut tetap terjaga. Akan berbeda jika orang tersebut hanya
membeli air. Karena hanya mengonsumsi, secara psikis ia tidak begitu perhatian
pada kelangsungan air itu. Urusan menjaga air adalah urusan perusahaan air.
Maka, baiknya seseorang
yang mengonsumsi air dengan membeli air minum dalam kemasan perlu membangun
kesadaran bahwa keberadaan air butuh kebijaksanaan manusia. Kepedulian itu bisa
ditunjukkan dengan menjaga sumber air di tempat masing-masing. Memang ini bukan
hal yang mudah. Kita juga harus menyadari bahwa air mengalami siklus.
Vandana Shiva menulis,
revolusi industri mengubah perekonomian dari pengelolaan sumber daya dengan
bijaksana untuk memuaskan kebutuhan dasar menjadi sebuah proses produksi barang
guna menghasilkan laba sebesar-besarnya. Industrialisme menciptakan nafsu yang
tak terbatas untuk menjarah sumber daya dalam, dan ilmu pengetahuan modern
menyediakan alasan kognitif dan etika agar penjarahan seperti itu dapat
dilancarkan, dapat diterima – dan diinginkan (hal. xxxv).
Rupanya hal ini pula
yang meracuni korporasi yang mengeksploitasi air, sehingga mengubah makna air
yang sebenarnya anugerah gratis dari alam menjadi sebuah komoditas korporasi.
Dan masyarakat pun terkondisi menjadikan air hanya sebagai komoditas, bukan
sebagai anugerah yang mestinya disyukuri untuk kemudian dimaknai secara dalam,
sehingga timbul panggilan untuk merawat dan menjaga anugerah itu.
Orang-orang yang
berduit bisa saja tanpa khawatir akan kehabisan air, toh dengan duitnya, dia
tetap bisa membeli, meski tanpa melakukan konservasi air. Namun, pada saatnya,
ketika alam benar-benar memburuk karena manusia-manusia sudah tidak peduli pada
lestarinya air, bahkan menganggap air hanya sebagai komoditas yang bisa dibeli,
manusia akan menyesal. Bahwa seberapapun banyaknya uang tak ada gunanya, ketika
air menetes untuk terakhir kalinya.
Lagi-lagi Vandana Shiva
mengingatkan, manusia seperti semua makhluk hidup, adalah partisipan di dalam
siklus air dan dapat bertahan hidup secara berkelanjutan hanya melalui
partisipasi tersebut. Bekerja melawan siklus tersebut, dengan asumsi bahwa
manusia mengendalikan dan memperbesar air dengan mendayagunakan dengan
berlebihan dan merusaknya, pada satu segi berarti menghancurkan siklus kehidupan
(hal 231).
Maka, dalam hal ini,
manusia mestinya sadar bahwa dirinya hanyalah salah satu partisipan dalam
siklus air tersebut. Sadar kalau dirinya sangat bergantung pada air, dan semua
makhluk yang mendukung kehidupannya juga berkait dengan air, maka manusia sudah
sepantasnya untuk bijak dalam menggunakan air demi keselamatan bersama.
Vandana Shiva tegas
mengatakan, perusakan terhadap siklus air mungkin merupakan perusakan yang
terburuk tetapi bentuk kekerasan yang paling tidak terlihat karena mengancam
kehidupan semua makhluk hidup secara serempak.
Jika memang demikian, tindakan ini tergolong
kejahatan yang menuntut pertobatan ekologis kalau memang menghendaki kehidupan
semakin baik.
Paus Fransiskus melalui ensiklik Laudato Si’ menyerukan tantangan yang
mendesak untuk melindungi rumah kita bersama mencakup upaya menyatukan seluruh
keluarga manusia guna mencari bentuk pembangunan berkelanjutan dan integral,
karena kita tahu bahwa perubahan itu dimungkinkan. Sang Pencipta tidak
meninggalkan kita; ia tidak pernah meninggalkan rencana kasih-Nya atau menyesal
telah menciptakan kita. Umat manusia masih memiliki kemampuan untuk bekerja
sama dalam membangun rumah kita bersama (LS 13).
Pilihan ada di tangan
kita. Mau berperan hanya sebagai konsumen air atau menjadi penjaga yang
sekaligus menikmati anugerah tersebut?
إرسال تعليق for "Penjaga Air"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق