Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS) memandang cita-cita pembaruan Konsili Vatikan II pada zaman sekarang ini masih menantang untuk diwujudkan dan di banyak tempat sedang dalam proses implementasinya. Sejak penutupan Sidang Konsili Vatikan II pada bulan Oktober 1965 -50 tahun yang lalu- usaha untuk terus menerus “mendaratkan” hasil-hasil Konsili dijalankan di berbagai keuskupan di dunia, termasuk di KAS.
Pastor St Gitowiratmo, Pr menyampaikan hal itu dalam Temu Pastoral (Tepas) Kevikepan Semarang di Bandungan, 12-14 Januari 2016. Dalam Tepas yang diikuti para pastor dan dewan paroki di wilayah kevikepan Semarang itu, peserta diajak untuk mendalami Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS) 2016-2035, Arah Dasar KAS 2016 beserta latihan menjabarkan isi roadmap ke dalam program.
Menurut Pastor Gito, RIKAS 2016-2035 menggambarkan posisi Komunitas KAS di tengah tegangan antara hasil-hasil positif ajaran Konsili Vatikan II bagi umat beriman dan tantangan-tantangan baru zaman ini.
RIKAS, menurutnya, disebut sebagai pedoman arah bagi kehidupan Gereja KAS, karena di dalamnya terdapat keinginan-keinginan, cita-cita jauh ke depan dan hasil-hasil yang dibayangkan bisa dicapai. Bahkan RIKAS juga berisi tentang pilihan-pilihan pastoral yang menurut kacamata sekarang dipandang strategis untuk masa depan, sekurang-kurangnya 20 tahun mendatang, sekalipun  pilihan itu disertai dengan kemungkinan-kemungkinan hambatan. Dalam hal ini, menurutnya, RIKAS yang sebenarnya merupakan hasil rekonstruksi dari banyak ide dan gagasan yang melibatkan semua lapisan Umat KAS, masih terbuka terutama bagi bimbingan Roh Kudus yang selalu menyempurnakan hidup Gereja Kristus.

“Pilihan-pilihan pastoral yang disebut eksplisit dalam RIKAS harus dipandang sebagai pilihan yang belum lengkap sempurna, karena belum menyangkut secara mendalam aspek-aspek kehidupan umat beriman KAS yang merupakan sebuah kekayaan Gereja,” katanya. Dengan demikian RIKAS masih bisa dikembangkan lagi. Namun, menurutnya, RIKAS sekurang-kurangnya berfungsi memberi pedoman arah ke mana Umat Beriman KAS harus melangkah. Dan diharapkan pilihan-pilihan itu menjadi sebuah usaha bersama yang dapat menyamakan langkah bagi pengembangan Umat beruiman KAS selama kurun waktu 20 tahun mendatang.
 Menurut Pastor Gito, RIKAS berisi rumusan pernyataan-pernyataan strategis yang menggambarkan komitmen umat Allah KAS sebagai tujuan sebagian dari Gereja Asia menghadapi berbagai isu mendasar yang menyangkut soal kehidupan umat dan masyarakat Asia umumnya: masalah kemiskinan, dialog antar agama, dan multikulturalisme.  “Selain itu, RIKAS juga menyebut adanya masalah baru dan mendesak untuk dipikirkan solusinya mengenai krisis ekologis yang melanda dunia saat itu di bawah isu pokok mengenai “global warming”,” katanya.
Ia menambahkan, komitmen dasar Gereja KAS menyongsong Yubileum Teragung tahun 2033 ialah perwujudan “Peradaban Kasih” dengan tiga pintu masuk yaitu kesejahteraan, hidup bermartabat, dan beriman.
Para peserta Tepas tak sedikit yang mengalami kesulitan dalam merumuskan program yang terkait dengan roadmap RIKAS. Namun, fasilitator Methodius Kusuma Hadi dengan sabar membimbing para peserta supaya bisa membuat program kerja.
Dalam akhir pertemuan, Administrator Dioesan KAS Pastor FX Sukendar Wignyosumarta, Pr menyampaikan apresiasi dan peneguhannya atas upaya-upaya pastoral dari paroki maupun rayon yang sudah diusahakan dan akan dilaksanakan sesuai dengan konteks kebutuhan setempat. Menurutnya, cita-cita untuk mewujudkan RIKAS adalah supaya kita menjadi bagian dari Gereja Universal yang sedang berziarah menuju Yubelium Teragung 2033. “Itu menjadi mimpi kita untuk kemudian nanti kita bisa sungguh-sungguh memberi warna untuk bangsa ini. Maka dikatakan cita-cita mewujudkan peradaban kasih itu tidak hanya untuk Keuskupan Agung Semarang, Jawa Tengah dan Yogyakarta tetapi untuk Indonesia,” katanya.
Maka, menurutnya, mengupayakan peradaban kasih di Indonesia dengan menjadi Gereja yang inklusif, inovatif, dan transformatif, menjadi cita-cita 5 tahun pertama.
Mengingat upaya-upaya Gereja hadir di tengah-tengah masyarakat semakin gayung bersambut dengan pemerintah yang mengeluarkan UU RI no.  6 tahun 2014 tentang Desa, menurut Pastor Sukendar, regulasi itu bisa menjadi pintu masuk. “Paroki-paroki kita pada umumnya ada di teritori desa, kelurahan, mungkin satu paroki menyangkut 3-4 desa/kelurahan. Di sana persis kita bisa hadir dan terlibat. Paroki-paroki di kota juga ada di kelurahan tertentu,” katanya.

Post a Comment

Kesan/Pesan