Add caption
Setahun lebih sedikit, pohon jambu sukun itu kutanam di depan rumah. Lebih tepatnya, pohon itu kutanam persis di depan pilar beranda rumah kami. Memang aku sengaja menanami halaman dengan aneka jenis pohon. Selain mangga yang sudah tertanam lebih dulu, aku menambahinya dengan jambu sukun, jambu citra, rambutan, belimbing, sirsak, jeruk, kelor, kantil dan kenanga. 

Aku punya konsep untuk halaman rumah kami yang tak begitu luas, wild life. Aku lebih senang jika halaman rumah kami dirimbuni beraneka macam pohon. Daun-daunnya liar ke sana ke mari, bagaikan hutan di depan rumah kami.

Saya tidak suka dengan udara yang panas menyengat. Aku berharap anak-anakku bisa berlindung dari sengatan matahari dengan berteduh di bawah pohon rindang.

Mungkin sesekali mereka pun memanjat pohon-pohon itu. Bergelantungan bagaikan monyet-monyet yang bermain. Berteriak gembira, menyuarakan keindahan alam. Alam yang adalah suci, agung, anugerah Tuhan, Sang Penyelenggara Kehidupan.

Aku berharap tangan-tangan mereka menjadi kuat dengan bergelantungan di atas pohon. Tak perlu fitnes di tempat-tempat mahal. Kalau pohon-pohon buah itu berbuah, biarlah mereka makan buah-buahan itu di atas pohon seperti aku dulu bersama teman-teman di desa.

Aku berharap anak-anak tahu dan pernah memanjat, tidak hanya mendengar kisah Zakeus yang memanjat pohon ketika ia ingin melihat Yesus.

Memang, saat ini pohon-pohon itu masih kecil dan pendek. Meskipun demikian, beberapa di antaranya sudah berbuah. Jambu sukun dan belimbing sudah bisa kami nikmati. Kami bisa panen meski belum terlalu banyak.

Aku berharap, anak-anak juga akan menyadari bahwa keberadaan kita sebagai manusia adalah penjaga dan perawat alam ciptaan Tuhan ini. Semoga mereka sedikit demi sedikit menyadari arti menjadi teman dan saudara bagi ciptaan lain, misalnya dengan memberi atau menyiram air pada pohon-tanaman yang kepanasan dan kurang air. 

Maka, aku pun tak pernah lelah, berusaha mengairi pohon-pohon itu meski aku pun kadang lelah dan putus asa, mengapa alam selalu dirusak. Aku berharap mereka sadar dan terpanggil untuk mencintai alam, mulai dari halaman rumah sendiri.

Pohon jambu sukun itu adalah kisah. Di sanalah bersarang kisah perjuangan dan cinta akan kelestarian alam. Di balik pohon itu, kita merasakan ada harapan kehidupan bagi setiap makhluk. 

Dan kuberharap, kelak, jika pohon jambu itu bisa berbuah lebat, anak-anakku akan dengan gembira berbagi buah-buahan itu pada teman-temannya, setelah sekian lama, mereka merawat pohon itu.

Mereka berbagi dari usaha mereka sendiri, selain alam juga menganugerahkan semuanya itu pada kita semua.

Inilah kisah kehidupan, kisah di balik pohon jambu sukun.

Post a Comment

Kesan/Pesan