Usai doa,
setelah berbicang beberapa saat, tiba-tiba seorang bapak dari mereka berkata,
kerupuk artinya kerukunannya dipupuk. Saya pun tersenyum mendengar ungkapan
spontan bapak tersebut. Saya merasa ditampar, hal yang kelihatannya sederhana
bisa dimaknai secara luar biasa oleh bapak tersebut.
Kerukunannya
dipupuk, bagiku memiliki arti yang mendalam. Indonesia saat ini masih dilanda
kekerasan. Karena perbedaan agama, orang terlibat konflik bahkan berujuang pada
kekerasan. Perbedaan dalam hal itu menjadi tembok pemisah. Orang tak lagi
saling mencintai dan mengasihi hanya karena berbeda agama, meskipun sebenarnya
agama memerintahkan umatnya untuk saling mencintai sebagaimana Tuhan yang
Mahakasih menghendaki demikian.
Kerupuk,
kerukunannya dipupuk, bagi bapak tukang sampah tadi sebenarnya hal yang ringan,
seringan kerupuk, karena dalam dirinya, dalam pikiran, perkataan dan
tindakannya ia selalu menjalankan kerukunan yang ia maksud. Bukan perbedaan
yang ia cari, namun, persamaan sebagai sesama makhluk yang sama-sama mendiami
bumi yang sama. Ia sadar hidup dari sumber dan akan menuju tujuan yang sama,
yakni Tuhan. Ia sadar bahwa ia bersama siapapun yang sama agama maupun berbeda
agama, sebenarnya hidup dari bumi yang sama. Orang baik, orang jahat, orang
beragama apapun, orang bersuku apapun, orang dari Negara manapun hidup karena
mengambil hasil-hasil bumi yang sama, bukan
bumi yang berbeda. Sebab, sejauh ini hanya ada satu bumi.
Dalam
semua itu sebenarnya, tak ada yang berbeda antara manusia satu dengan manusia
yang lain, kecuali konsep atau pandangan yang mengajak seseorang merasa berbeda
antara satu dengan yang lain. Demikian pula, jika orang menyadari bahwa manusia
sebenarnya hanyalah makhluk yang dicipta oleh Tuhan yang sama, sebenarnya sesama
manusia bagaikan saudara-saudari. Dengan demikian perseteruan, permusuhan
antarmanusia merupakan perseteruan, permusuhan antarmanusia.
Belajar
dari bapak tadi, kerukunannya dipupuk, kita mesti menyadari sebagai sesama
saudara-saudari yang dicipta Tuhan yang sama, kita kembali mempererat tali
persaudaraan itu.
Bukan
perseteruan, namun persekutuan. Bersama-sama memakan “kerupuk”, kerukunannya
dipupuk, maka hidup pun menjadi rukun. Demikian juga hidup semakin ringan,
seringan kerupuk.
Posting Komentar untuk "Memak(a)n(a) Kerupuk"
Kesan/Pesan
Posting Komentar