Pemanasan global tidak pandang agama. Tidak pandang wilayah. Tidak pandang bulu. Semuanya kalau terkena pemanasan global akan hancur. Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta mengatakan hal itu dalam homili ekaristi di Gua Maria Sendang Jati Penadaran, Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah (16/8/2013).
Perayaan ekaristi dilakukan dalam rangka penanaman bibit untuk penghijauan melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Soegijapranata Semarang dan pemberkatan sarana-prasarana gua.
Apakah kita masih bisa menahan pemanasan global itu dengan cara-cara yang sederhana, mulai bersedia menanam?” demikian kalimat retorik yang disampaikannya di hadapan 700 lebih umat yang mengikuti perayaan ekaristi siang itu.

Menurutnya, kalau sekarang menanam,  kita masih mempunyai pengharapan bahwa suatu ketika yang kita tanam akan tumbuh dan berkembang menghasilkan buah-buah yang baik. Tapi kalau kita tidak menanam, kita tidak akan bisa mengharapkan apa-apa.
Yang sekarang ini mencintai benih, memiliki masa depan. Dan, semoga apa yang kita lakukan meskipun sederhana merupakan ungkapan kita untuk mencintai bumi ini supaya bumi ini juga memiliki masa depan. Nasib bumi tergantung dari apa yang kita buat sekarang ini.  Dan keadaan bumi itu juga akan menentukan nasib manusia. Kalau bumi hancur, ruang-ruang hancur, ruang-ruang kediaman manusia hancur, manusia sendiri juga akan hancur,” tegasnya.


Post a Comment

Kesan/Pesan