![]() |
setkab.go.id |
Bulan Maret menjadi
bulan istimewa bagi pelestarian alam. Mengapa? Karena tanggal 16 Maret diperingati
sebagai hari bakti rimbawan, 21 Maret diperingati sebagai hari hutan sedunia
dan 22 Maret diperingati sebagai hari air sedunia. Tulisan ini akan membahas
tentang hari bakti rimbawan dan hari hutan sedunia.
Sebagaimana disampaikan Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan pada sambutannya, Hari Bakti Rimbawan bertepatan dengan lahirnya Departemen Kehutanan pada tanggal 16 Maret 1983. Pemerintah berkepentingan bahwa sumberdaya hutan yang luas yang kita miliki harus diurus, dikelola, diusahakan, dikonservasi, dilindungi, direboisasi, dan dihijaukan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan memakmurkan bangsa Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa pendirian
Departemen Kehutanan pada waktu itu tidaklah semata-mata atas dorongan amanah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 yang mengamanatkan hutan harus diurus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, tetapi juga berkaitan dengan dinamika dunia. Dunia pada waktu itu menyadari bahwa pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan pelestarian lingkungan hidup di mana pada tahun 1982 lahir Brundtland Commission yang memasukkan ekonomi, lingkungan hidup dan kemiskinan dalam paradigma
pembangunan berkelanjutan (Sambutan Menteri Kehutanan Pada
Upacarabendera Peringatan Hari Bakti Rimbawan Tahun 2014 Di Seluruh Indonesia,
Senin, 17 Maret 2014).
Seperti yang ditulis Muh. Arba’in Mahmud,
S.Sos.,M.Sc dalam opininya di Malut Pos, 17 Maret 2014, hari bakti rimbawan
bagi jajaran Kementerian Kehutanan dijadikan sebagai tonggak konsolidasi para
rimbawan untuk me-recharge komitmen
dan kesadaran dalam berkarya dan membangun hutan dan kehutanan Indonesia.
Sedangkan
yang dimaksud rimbawan menurutnya adalah sebagai berikut, pertama,
para aparat negara yang membidangi kehutanan, baik pemerintah pusat maupun
daerah (provinsi/kabupaten/kota). Para aparat ini merupakan subjek langsung
yang diamanati untuk mengelola sumber daya hutan (SDH) sebagai representasi
eksekutif, salah satu pilar demokrasi.
Kedua,
para pelaku usaha bidang kehutanan, dari usaha kecil (level petani hutan) hingga
skala besar (perusahaan/badan usaha). Subjek kedua ini sebagian besar
memanfaatkan potensi SDH dari aspek nilai ekonomi, di sektor produksi (hasil
kayu maupun non kayu) hingga sektor jasa pendukung semisal transportasi dan
jasa lingkungan.
Ketiga,
para pegiat sosial-budaya bidang kehutanan, baik Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), lembaga pendidikan, lembaga sosial-agama dan adat, organisasi profesi,
hingga sekadar kelompok studi. Jika mengacu pada makna ketiga ini, maka semua
kelompok/komunitas -minimal dua orang- yang concern bidang kehutanan pun dapat dikategorikan
sebagai rimbawan.
Terakhir, masyarakat umum yang merasakan manfaat dan
dampak langsung maupun tak langsung dengan keberadaan hutan. (http://malutpost.co.id/2014/03/17/pesan-politik-hari-bakti-rimbawan/).
Relevansi kekinian
Semangat
apa yang bisa kita timba dari hari bakti rimbawan dan hari hutan internasional ini?
Hutan adalah entitas yang sangat penting dalam kehidupan baik untuk manusia,
flora maupun fauna. Hutan menjadi tempat hidup berbagai macam ragam makhluk. Keragaman
hayati hidup, bertumbuh dan berkembang di sana. Bahan-bahan obat banyak yang
diperoleh dari hutan. Selain menghasilkan oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup
dan menjadi paru-paru dunia, hutan juga berfungsi sebagai penyimpan cadangan
air. Maka, di wilayah dengan hutan yang terjaga, sumber air tetap melimpah.
Sebagaimana ditulis Armely Meiviana, dkk., Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas
hutan terbesar, yaitu 120,3 juta hektar (FWI/GFW, 2001). Sekitar 17% dari
luasan tersebut adalah hutan konservasi dan 23% hutan lindung, sementara
sisanya adalah hutan produksi (FWI/ GFW, 2001) (Bumi Makin Panas, 2004).
Sayangnya, akibat deforestasi dan konversi hutan
menjadi lahan perkebunan, hutan mengalami kerusakan yang cukup parah. Pemerintah,
sebagian pelaku usaha, bahkan sebagian masyarakat pun terlibat dalam perusakan
hutan ini. Data laju kerusakan hutan (deforestasi) 2004-2009 yang dirilis
Kementerian Kehutanan (Kemhut), mencapai 1,7 juta hektare per tahun. Namun,
data dari The UN Food dan Agriculture
Organization (FAO), justru menyebut angka kerusakan hutan di Indonesia
periode Mei 2010 berkisar 500.000 hektare per tahun (http://lampost.co/berita/kerusakan-hutan-capai-17-juta-hatahun).
Jika hal ini dibiarkan, cadangan air bisa menurun,
produksi oksigen terancam berkurang, bahkan bumi ini bisa mengalami penggurunan.
Padahal, “hutan dapat menyerap dan mengubah
karbondioksida (CO2), salah satu jenis GRK, menjadi oksigen (O2) yang merupakan
kebutuhan utama bagi mahluk hidup” (Bumi Makin Panas, 2004:10). Semua
itu berpengaruh pada kualitas hidup para makhluk hidup.
Momentum
hari rimbawan dan hari hutan internasional semestinyan menjadi titik balik
kepedulian kita akan pelestarian hutan. Mau tidak mau, sebenarnya kita telah
bersentuhan dengan manfaat hutan, baik langsung maupun tidak langsung. Maka,
marilah kita jaga, supaya hutan kita tetap terjaga.
إرسال تعليق for "Makna Hari Bakti Rimbawan dan hari Hutan Internasional"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق