Pergi ke Bali tak harus
mengeluarkan biaya mahal. Dari Semarang ke Bali, dengan naik bus, saya hanya
diharuskan membayar tiket 275 ribu plus dapat snack dan makan satu kali.
Lumayan. Waktu itu, saya berangkat dari Semarang hendak ke Gianyar. Bus dari
Semarang berangkat pukul 15.00 WIB. Bus cukup nyaman, dingin. Kursi bisa
disetel untuk dimiringkan. Demikian pula sandaran kaki. Ya, cukup nyamanlah
untuk perjalanan jauh yang murah.
Sampai di Ngawi, kita makan malam. Makan
malam yang ini sudah ditanggung bus. Namun, untuk sarapan ya kita beli sendiri.
Bus sampai di penyeberangan Ketapang kira-kira pukul 5 pagi.
Itu adalah saat-saat
yang indah untuk menikmati matahari terbit ketika kita di feri penyeberangan. Aturan
di feri, setiap penumpang kendaraan darat harus naik ke atas feri.
Menikmati pemandangan lalu lintas laut |
Semilir angin laut di pagi hari dapat
kita nikmati dengan leluasa. Ditambah lagi pemandangan yang indah seiring
terbitnya matahari kita bisa melihat keindahan gunung-gunung yang menyembul,
bahkan pulau-pulau yang jauh pun tertangkap lensa mata kita dengan sangat indah.
Kita pun bisa menyaksikan lalu lintas perahu dan kapal yang turut mengarungi
selat Bali. Pelayaran feri tidak terlalu lama, kurang lebih 45 menit.
Melihat gunung-gunung |
Begitu feri bersandar di Gilimanuk, para penupang sudah harus berada di kendaraan masing-masing, termasuk para penumpang bus. Mulai dari situ, kita sudah mulai bisa menikmati suasana Bali. Sepanjang jalan menuju Gianyar, kita bisa menyaksikan nuansa Bali yang khas. Banyak pura di pinggir jalan. Pepohonan yang rimbun, patung-patung di pinggir jalan dapat kita nikmati dengan baik. Bahkan, perjalanan dari Gilimanuk ke Gianyar via Denpasar melalui beberapa daerah pantai yang sangat cantik. Kebanyakan pantai-pantai itu masih sepi pengunjung, sehingga nuansa alaminya sungguh terjaga.
Bus terus melaju menuju
Denpasar. Namun, semenjak ada terminal baru, penumpang yang akan ke Denpasar
harus turun di terminal Mengwi, bukan terminal Ubung, yang beberapa waktu silam
masih bisa menjadi tempat perhentian. Namun, semua itu tidak masalah, karena
teman saya di Gianyar akan menjemputku. Terminal Mengwi sangat besar. Tempatnya
cukup nyaman. Ada tempat penjemputan yang nyaman. Jam 10.00, saya tiba di
Mengwi, lalu kontak teman saya dan beberapa saat kemudian, saya sudah bergabung
dengannya.
Perjalana dari Mengwi
ke Gianyar memakan waktu 45 menit dengan mobil. Dari balik kaca mobil, kita
semakin bisa menikmati suasana Bali dengan indah.
Di Gianyar, penduduk
tidak hanya beragama Hindu Bali. Sebagian ada yang beragama Kristen Protestan,
Katolik maupun Islam. Mereka semua hidup rukun. Orang-orang sekitar bercerita
kalau di sana tidak ada kelompok-kelompok radikal keagamaan yang melakukan
kekerasan seperti di beberapa daerah di pulau Jawa. Bahkan suatu daerah di
pulau Jawa tercatat oleh lembaga monitoring kehidupan beragama sebagai daerah dengan intoleransi tertinggi di
Indonesia. Wow. Prestasi yang buruk.
Ah, tinggalkan bayangan
itu. Kita ingin menikmati indahnya Bali.
Di Gianyar, saya mengikuti geliat sebuah
gereja Katolik. Ada sebuah Gereja Katolik bernama Santa Maria Ratu Rosari di
Gianyar. Gereja itu hidup di lingkungan masyarakat Gianyar yang mayoritas
beragama Hindu Bali.
Perarakan patung Maria di Gianyar |
Ketika saya di sana, gereja
menjadi tempat perhelatan penutupan novena kelompok Legio Maria. Selain
melakukan pendalaman iman, mereka juga melakukan arak-arakan patung Bunda Maria
di jalan depan gereja. Sungguh penuh pesona. Uskup setempat, Mgr Sylvester San
Tungga pun hadir sebagai narasumber dan memimpin ekaristi dalam acara itu. Saya
pun mencoba memotret dalam pikiran dan perasaan saya, suasana persaudaraan
sejati yang sungguh indah di gereja Katolik Gianyar.
Hidup bertetangga menjunjung Menyama Braya |
Pastor yang berkarya di
sana, Bagus Kusumawanta mengatakan sebagai orang Katolik yang hidup di Bali, menyama braya pun dihidupi bersama. Masyarakat Bali mempunyai tradisi menyama braya yang sudah sangat lama
dihidupi dengan baik. Menyama berarti
saudara, braya berarti kerabat. Menyama braya berarti persaudaraan yang
erat dalam hal berpartisipasi dalam membangun kehidupan masyarakat. Istilah ini
juga serupa dengan gotong royong dan persaudaraan sejati.
Gereja Katolik Gianyar |
Karya ukir |
Gianyar merupakan daerah pengrajin
mebel dan ukiran kayu. Kita bakal dibuat berdecak kagum dengan kepiawaian
mereka membuat karya-karya ukir. Ukiran yang detil bisa dibuat dengan amat
baik. Bahkan ada yang berupa gambar relief tiga dimensi. Sungguh menarik.
Karya ukir |
Karya ukir |
Dekat Gianyar, ada pantai
yang sangat indah dan ramai dikunjungi wisatawan. Pantai Sanur, namanya. Banyak
wisatawan yang tergoda untuk mandi dan berenang di pantai itu. Ada juga yang
bermain cano, naik kapal atau hanya sekadar jalan-jalan di bibir pantai. Sangat
indah.
Pantai Sanur |
Perjalanan saya memang sangat
singkat. Usai di Gianyar, pada waktu pulang saya sempatkan mampir ke Gereja
Katedral Denpasar. Bangunan besar itu sangat indah dengan arsitektur ala Bali. Baik Gianyar maupun Denpasar menyediakan oase
rohani bagi yang beragama Katolik. Bahkan di Katedral juga ada kapel adorasi
abadi. Mungkin di samping menikmati suasana dan tempat di Bali yang indah,
khusus bagi wisatawan Katolik bisa singgah sejenak untuk berdoa di Katedral
atau di kapel adorasi.
Belakang Gereja Katedral Denpasar |
Perjalanan yang cukup
singkat. Akhirnya kupulang menuju Semarang dengan naik bus dari terminal Ubung,
Denpasar.
Menjulang ke langit |
Satu hal yang termemori
dengan baik, Bali sangat ramah dan kaya budaya. Karena hal itulah Bali
seolah-olah membisikkan lagu-lagu rindu, memanggil setiap orang supaya singgah
di sana dengan damai. Bali adalah tempat peziarahan yang agung.
Inkulturasi iman |
Posting Komentar untuk "Menikmati Bali Sekejap"
Kesan/Pesan
Posting Komentar