Berbesar hatilah kalian semua, sebab pada akhirnya setelah menunggu, berharap, dan berdoa, kalian hanya mendapatkan seorang uskup seperti saya. Hal itu disampaikan Uskup Tanjungkarang Mgr Yohanes Harun Yuwono pada saat tahbisannya sebagai uskup di Kompleks Sekolah Xaverius Fransiskus Pahoman, Bandarlampung, 10 Oktober 2013, lalu.
Saya sesungguhnya the person of no one. Saya ini bukan siapa-siapa sebetulnya. Anda sekalian  tahu ada banyak romo yang episcopabilis di sini ataupun di tempat lain, jauh lebih capable daripada saya, dan ternyata, saya yang harus berdiri di sini,” katanya di hadapan sekitar 9000 umat yang hadir dalam tahbisan tersebut.
Setelah dipanggil Duta Vatikan Mgr Antonio Guido Filipazzi di Jakarta pada 9 Juli 2013, pastor yang lahir di Way Ratai, Lampung itu kemudian pulang ke Seminari Tinggi St. Petrus Pematangsiantar, tempat ia bertugas sebagai rektor sehari-hari. Di kantor, diam-diam, ia membuka kembali Kitab Hukum Kanonik yang dulu pernah ia pelajari.

Lelaki kelahiran 4 Juli 1964 itu pun membaca bagian persyaratan menjadi uskup. “Dan ternyata benar bahwa saya memang jauh dari kriteria yang tertulis di situ dan terus terang saya waktu itu menertawakan diri saya sendiri. Dalam Kitab Hukum Kanonik dinyatakan untuk layak dipilih menjadi uskup, dia harus bergelar doktor atau ahli dalam ilmu-ilmu suci, atau menguasai dengan baik salah satu darinya.  Dia juga harus bijaksana, unggul dalam iman dan pastoral. Seorang yang punya visi dan misi yang jelas ke depan. Kriteria-kriteria tersebut sudah cocok selama ini untuk Mgr Henrisoesanta, tetapi untuk saya, saya bukan seorang yang bergelar doktor, bukan ahli ilmu-ilmu suci. Kebijaksanaan saya, para romo yang mengenal saya, mengenal saya dengan berbagai kelemahan saya,” katanya.
Ia juga bercerita kalau kemampuan pastoralnya tidak pernah teruji dengan baik sebab hanya sebentar bekerja di Paroki. Studi saya bukan ilmu-ilmu suci dalam pandangan Gereja atau dalam lingkup Gereja kita, melainkan Islamologi. Saya selama ini juga hanya bekerja di seminari,” lanjutnya.
Kemudian, ia pun berpikir keras menemukan jawaban alasan Vatikan memilihnya untuk melanjutkan karya Mgr Andreas Henrisoesanta, SCJ itu. Saya menduga, mungkin maafkan kalau bukan, saya salah, agar umat di Tanjungkarang tidak terlalu terkejut dan tetap akan terbiasa dengan uskup baru seperti pada uskup lama, maka uskup baru haruslah seorang yang sangat pendiam, cukup angker, sulit tersenyum kecuali dipaksa,” katanya berseloroh yang kemudian disambut dengan umat yang tertawa.
Meskipun demikian, dengan segala kelebihan dan kelemahan yang ia miliki, Pastor yang biasa disapa Romo Yu itu akhirnya memutuskan untuk menerima penunjukan dirinya sebagai Uskup Tanjungkarang.
 Saya memang menerima penunjukan tersebut lebih-lebih dengan kesadaran bukan karena kemampuan dan kualifikasi saya, melainkan karena ketaatan pada Bapa Suci, pada Gereja, pada Bapa Duta dan semua yang menjadi tangan Tuhan dalam Gereja kita. Dalam kesadaran menerima pengangkatan ini, dalam ketaatan saya pada Bapa Suci, saya ingin mengungkapkan iman pada Tuhan dan Gereja-Nya,” kata pastor yang dikenal pendiam ini.
Maka, ia berharap pada umat Allah di Keuskupan Tanjungkarang supaya melihat bukan kemampuan karyanya melainkan imannya itu. “Dan saya ingin mengajak kalian semua untuk tetap teguh dalam iman kita itu,” ajaknya.
Mgr Yu berjanji sebagai uskup, ia akan berjalan bersama umat Allah, untuk segala kehendak baik dan keteladanan hidup beriman. Namun, saya mohon dukungan dan doa bagi kalian. Saya dulu orang asing. Kalian tidak mengenal saya. Saya juga tidak mengenal kalian. Namun, sekarang kita adalah bagian hidup satu sama lain. Kita bukan orang asing lagi, satu sama lain,” pintanya.

Post a Comment

Kesan/Pesan