Aloys Budi Purnomo, Pr sedang menyampaikan paparannya |
Pemimpin
Katolik harus mendasarkan hidupnya pada ekaristi. Ekaristi sebagai sumber dan
puncak hidup pemimpin Katolik. Ekaristi adalah jantung kehidupan Gereja. Maka,
sebenarnya,
orang Katolik tanpa ekaristi adalah “mati”. Pastor Aloys Budi Purnomo, Pr
menyampaikan hal itu dalam acara pembekalan Kepemimpinan BerbasiS Iman Katolik di Paroki
Santo Petrus Purwosari, Surakarta, 31 Agustus 2013, malam.
Pastor Budi mengawali penjelasannya dengan Tahun Iman yang
dicanangkan Bapa Paus Benediktus XVI yang akan berakhir 24 November 2013 nanti. Menurutnya,
Tahun Iman diserukan supaya orang-orang Katolik sungguh mempunyai iman yang
mendalam dan tangguh. “Tahun iman disahkan pertama, mengajak kita semakin
berakar di dalam Yesus Kristus, bergembira dalam iman, bergairah dalam
pewartaan,” lanjutnya. Dan hal tersebut senada dengan Arah Dasar Keuskupan
Agung Semarang 2011-1015, yang
salah satunya adalah menekankan semangat beriman tangguh dan mendalam.
Pastor Budi menekankan, bergembira
dalam iman, bergairah dalam pewartaanlah yang menjadi basis seluruh pola kepemimpinan
dan pelayanan seorang pemimpin berbasis Katolik.
Dalam acara yang
dihadiri 130 orang yang terdiri dari anggota dewan paroki, ketua-ketua wilayah
dan lingkungan, pengurus RT/RW, maupun aktivis kemasyarakatan, Pastor Budi
mengingatkan, dalam berkarya, mereka
berada di antara bermacam ragam latar belakang masyarakat.
“Sebagai
orang Katolik, kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk. Maka, kita tidak
bisa beriman sendirian, sebagai orang Katolik saja. Kita punya teman-teman yang
mempunyai iman dan agama yang berbeda dari kita. Maka, pemimpin yang berbasis
Katolik, pertama-tama harus bersikap inklusif, tidak boleh eksklusif,”
tegasnya.
Selanjutnya, menurut imam yang
juga Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarag
itu, panggilan umat Katolik supaya terbuka kepada yang lain juga ditekankan
dalam dokumen Konsili Vatikan II. “Melalui Konsili Vatikan II, para uskup
berkumpul, menentukan kepemimpinan macam apa yang akan dibangun pada zaman
modern ini, yaitu, kepemimpinan yang inklusif,” tuturnya. Maka, menurutnya,
pemimpin Katolik diundang untuk beriman mendalam dan tangguh di tengah situasi pluralitas
ini.
Kemudian
Pastor Budi menyederhanakan situasi plural itu dalam dua kelompok besar yakni pluralitas
bercorak ekumenis dan interreligius/interfaith. “Pemimpin Katolik bergaul
dengan teman-teman yang sama mengimani Kristus tetapi dari gereja yang berbeda,
maka disebut sebagai kepemimpinan yang bercorak ekumenis,” katanya menjelaskan arti kepemimpinan yang
bercorak ekumenis. Ia juga menjelaskan seorang pemimpin Katolik harus bisa
merajut dialog dengan umat bukan kristiani termasuk mereka yang menganut iman
kepercayaan/agama lokal sebagai
pemimpin yang bercorak interreligius.
Selain itu, Pastor Budi juga menegaskan, pemimpin Katolik
harus terbuka terhadap perubahan sehingga selaras dengan perkembangan zaman.
Meskipun demikian, dalam menyikapi perubahan tersebut, “pemimpin
Katolik harus tetap kritis, pemimpin yang tanggap terhadap tanda-tanda zaman,
menanggapi persoalan-persoalan dunia.”
Ia pun menekankan, pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang terbuka untuk bekerja sama terhadap yang lain, bahkan
berbeda, serta berani mewujudkan
kemanusiaan kristiani, humanisme kristiani, dengan mengembangkan kepedulian
kepada sesama.
Ketua Tim Kerja Pengembangan Sumber
Daya Manusia di bawah Bidang Penelitian dan Pengembangan Paroki Purwosari Pius
mengatakan, acara pembekalan diadakan dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas
pelayan-pelayan umat baik di Gereja maupun masyarakat. Dia berharap, para pelayan umat bisa melakukan
kiprahnya di tengah-tengah pluralitas dan mampu memberikan yang terbaik di tengah
situasi permasalahan-permasalahan sosial.
Posting Komentar untuk "Pemimpin Katolik harus Inklusif"
Kesan/Pesan
Posting Komentar