Pada siang yang terik di
awal bulan September, tiba-tiba lonceng dari susteran OSF Boro berdentang
keras. Teng teng teng teng! Cukup lama, lonceng itu berbunyi menandakan bahwa waktu
berdoa Angelus tiba. Begitu lonceng susteran berhenti berdentang, dari arah
Gereja Santa Theresia Lisieux Boro yang berjarak sekitar 200 meter dari
Susteran, terdengar lonceng yang lebih keras. Teng teng teng! Suasana pun menjadi
takzim.
Berdentangnya lonceng-lonceng itu
mengingatkan kita pada sosok Pastor JB Prennthaler SJ yang pernah berkarya di
Gereja Boro beberapa masa silam. Awal Juli 1930, Pastor Prennt memasang 8
lonceng yang digantungkan di bambu betung. Lonceng-lonceng itu untuk menandai
waktu berdoa Angelus.
Gema lonceng di perbukitan
Menoreh itu telah menggemakan iman di hati umat Boro. Iman Katolik mereka makin
subur. Ketika lonceng berbunyi pukul 6 pagi, 12 siang, dan 6 sore, saat itulah
orang-orang Katolik di tempat itu diajak berada dalam kekudusan.
Bermula dari pembaptisan
yang dilakukan Pastor F. Van Lith SJ terhadap 4 orang dari wilayah Kalibawang yakni
Yokanan Soerawidjaja (Promasan), Loekas Soeratirto (Kajoran), Markoes
Soekadrana (Boro) dan Barnabas Sarikrama (Jomblangan-Samigaluh), iman Katolik
diwartakan hingga ke Perbukitan Menoreh wilayah Kalibawang. Salah satu bagian
dari Kalibawang, Sendangsono terkenal
dengan pembaptisan fenomenal, 171 orang dibaptis.
Pusat misi yang semula
di Muntilan, diperluas sampai Kalibawang karena perkembangan jumlah umat
Katolik yang baik di daerah itu. Hingga
pada gilirannya, Pastor JB Prennthaler SJ dan FX Satiman, SJ berdomisili di
Boro tanggal 24 April 1930. Dibangunlah gereja dan diberkati dengan nama
Pelindung Santa Theresia Lisieux pada 31 Agustus 1931. Pastor Prennt, seperti
halnya Romo van Lith, melakukan stategi misi dengan membangun sekolah sebagai
media pewartaan iman. Romo Prennt juga melibatkan para Suster Fransiskanes supaya
berkarya dalam bidang pendidikan (sekolah), kesehatan (rumah sakit), maupun
sosial karitatif (panti asuhan). Para bruder FIC pun dalam perkembangannya
turut dalam penyelenggaraan pendidikan dan pabrik tenun.
Buah usahanya berbuah
limpah. Pastor Prennt senang melayani masyarakat yang miskin di daerah
tersebut. Mereka diajak hidup dalam kesalehan, termasuk melalui lonceng-lonceng
yang bergema tiga kali yang mengajak umat Katolik pada kekudusan. Kesalehan itu
menjadi daya pikat bagi orang lain untuk menjadi Katolik bagaikan semangat
gereja Perdana.
Sampai saat ini, gereja
Boro masih berdiri dengan kokoh meski sudah mengalami berbagai perbaikan. Di
sekelilingnya terdapat rumah sakit, sekolah, panti asuhan maupun pabrik tenun.
Nuansa kekudusan yang
diwariskan Romo Prennt sampai sekarang masih terasa. Paroki Boro terkenal
dengan jumlah umatnya yang terpanggil menjadi imam, suster ataupun bruder. Di
tiap lingkungan ada umat yang menjadi imam, suster atau bruder.
Saat ini, paroki yang memiliki
umat sekitar 6500 orang itu terbagi dalam 14 wilayah dan 57 lingkungan. Umat
kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani, buruh, atau karyawan. Sebagian
kecil berprofesi sebagai pegawai atau guru. Pastoral pemberdayaan ekonomi pun
dijalankan untuk membantu perekonomian keluarga.
Untuk menghidupi
semangat Romo Prennt, paroki Boro juga menggelar novena Romo Prennthaler di
makamnya Pangaritan, Boro Kulon setiap malam Jumat Kliwon. Bahkan Komisi
Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang pun memproduksi film yang berkisah
mengenai Romo Prennthaler itu dengan judul Pedibus
Apostolorum (Tapak Kerasulan).
Film ini berkisah tentang
"tapak kerasulan" (pedibus apostolorum) Romo J.B. Prennthaler SJ.
Beliau berkarya di Mendut-Kalibawang dan sebentar di Rawaseneng pada 1926-1946.
Dalam seluruh waktu hidupnya, ia digundahkan oleh dorongan pengutusan menghadirkan Kerajaan Allah di bumi Menoreh. Aneka karya iman, kesehatan, ekonomi, budaya dan pendidikan diusahakan agar umat dan masyarakat Boro merasakan kehadiran Kerajaan Allah.
Dalam seluruh waktu hidupnya, ia digundahkan oleh dorongan pengutusan menghadirkan Kerajaan Allah di bumi Menoreh. Aneka karya iman, kesehatan, ekonomi, budaya dan pendidikan diusahakan agar umat dan masyarakat Boro merasakan kehadiran Kerajaan Allah.
Hidupnya berada dalam keseimbangan
aksi dan kontemplasi.
Film ini cocok untuk menghantar semangat beriman pada Kristus dan menjalani pengutusan sebagai orang beriman Katolik pada masa kini.
Film ini cocok untuk menghantar semangat beriman pada Kristus dan menjalani pengutusan sebagai orang beriman Katolik pada masa kini.
3 تعليقات for "Menelusur Jejak-jejak Romo Prennthaler SJ di Perbukitan Menoreh"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق