Kata orang, masyarakat zaman sekarang makin individualis. Orang lebih memikirkan dirinya sendiri daripada memikirkan orang lain atau kepentingan umum. Hal itu bisa diamini mengingat, kecenderungan yang ada, orang-orang lebih berorientasi pada kepentingannya sendiri. Contoh paling gampang terlihat adalah di kantor.  Karyawan yang mestinya bisa bantu membantu, namun, di antara mereka justru bersaing untuk mendapatkan jabatan tertentu dengan tidak sehat, kalau perlu menghancurkan saingannya dengan berbagai cara. Demikian pula orang kalau dimintai pertolongan, yang bersangkutan akan bertanya, "Loe, mau bayar berapa?" Segala-galanya ditentukan dengan balasan atau upah. Seolah, orang-orang sudah menjadikan dirinya sebagai manusia bayaran. Bahkan bisa jadi di antara kita pun akan menggerutu jika dimintai pertolongan namun tak ada upahnya. Atau seorang teman mengatakan diupah 2M (Makasih Mas).


Namun, di antara kecenderungan itu, kita patut berbahagia karenakarena masih ada orang-orang yang dengan sukarela melakukan segalanya tanpa dibayar. Peristiwa bencana entah gempa bumi, tsunami, erupsi, banjir dan lain sebagainya menjadi salah satu indikator untuk mengukur daya sukarela seseorang.

Kalau kita amati, banyak orang yang masih dengan sukarela menyumbangkan pikiran, tenaga dan perasaannya untuk terlibat dalam suatu proyek pekerjaan tertentu, kemanusiaan, misalnya. Mereka tak mengharapkan upah apapun dari yang ditolongnya. Merekalah yang kemudian disebut sebagai relawan (volunteer).

Berkat mereka, berbagai musibah dan kesulitan bisa diatasi dengan segera dan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Panggilan hati mereka menyelesaikan persoalan yang sebenarnya persoalan itu sangat sulit untuk diselesaikan. Namun, berkat mereka, korban maupun orang yang ditolongnya merasa mendapat teman. Ada teman yang berbela rasa dan terpanggil untuk membantu dengan senang hati dan ikhlas.

Semua itu sangat menenteramkan. Kehadiran relawan, selain menyelesaikan pekerjaan yang bersifat fisik juga menjadikan hati damai tenteram. Bahwa di tengah-tengah para manusia yang masih egois, mereka datang membawa harapan, membawa solusi dan membawa ketulusan.

Kehadiran relawan (volunteer) menjadi daya penopang ketika yang ditolongnya rapuh, seolah tak ada harapan. Relawan pun menjadi saksi bahwa Tuhan masih mengasihi manusia melalui tangan-tangan para relawan. Tuhan tidak tidur. Tuhan berkarya.

Maka, relawan sebenarnya adalah pembawa kabar yang menggembirakan melalui tindakan dan kata-katanya. Tak jarang, relawan harus turut menderita bersama para korban atau orang-orang yang menderita, meskipun sebenarnya mereka masih bisa memilih untuk tidak melakukan hal yang demikian.

Relawan membawa kegembiraan tersendiri. Maka, pada hari Relawan Internasional, ini pantaslah kita memberi apresiasi pada para relawan yang sudah, sedang dan akan berkarya membebaskan penderitaan para korban. Kita pantas mendoakan mereka yang telah membagi diirnya, tidak melulu untuk dirinya namun juga membagi perasaan dan tenaganya untuk orang lain.

Mereka memandang manusia lain bagaikan memandang dirinya, memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya dan mencintai orang lain seperti mencintai dirinya. Dengan demikian mereka adalah satu jiwa.

PBB sejak 1985 mendeklarasikan hari Relawan Internasional sebagai ungkapan terima kasih atas kerelaan dan segala daya upayanya dalam berkontribusi pada masyarakat.

 Ada baiknya pula, kita belajar pada para relawan untuk menjadi relawan sesuai dengan kemampuan kita.
  

Post a Comment

Kesan/Pesan