Dalam Harian Kompas (10 Juli 2012), J. Osdar menulis peristiwa pemakaman Moeslim Abdurrahman. Setelah jenazah Moeslim dimasukkan ke liang lahat dan bunga ditaburkan, Garin Nugroho berkata,”Sudah selesai.” Garin mengatakan hal itu setelah pemakaman Moeslim selesai. Moeslim adalah budayawan dan intelektual Muslim yang sangat peduli akan keadaan Indonesia.
Yang menarik adalah ketika Garin mengatakan, ”Sudah selesai.” Hal itu mengingatkanku akan peristiwa Yesus wafat di kayu salib. Yohanes mencatat kalau beberapa saat menjelang Yesus wafat, Ia mengatakan, ”Sudah selesai.”
Dari kedua peristiwa itu, saya menangkap ada semangat yang sama yakni,  pengutusan yang telah usai. Yesus mengemban pengutusan menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Situasi dosa menyebabkan martabat manusia tidak dihargai. Dengan membebaskan manusia dari belenggu dosa, martabat manusia dihormati. Manusia dipandang sebagai citra Allah, bukan lagi hamba melainkan anak-anak Allah sendiri untuk menggambarkan betapa Allah sangat mengasihi manusia.
”Sudah selesai!” yang dikatakan Yesus, menurut saya, adalah sebuah tugas yang purna yang telah dilakukannya. Dia telah menyelesaikannya hingga tuntas tanpa bersisa meski harus dengan pengorbanan yang sangat mengerikan, mati di salib dan kematian-Nya dianggap sebagai penghinaan.
Sedangkan Moeslim Abdurrahman menggambarkan misi seorang agamawan yang tidak hanya hanyut dalam teks-teks keagamaan namun jauh dari itu keluar menuju semangat agama yang memiliki daya transformasi. Agama tidak dikurung dalam kesalehan pribadi saja, namun beragama diumbar sampai menuju kesalehan sosial.
Ketika ritual ibadah saja yang menjadi pokok hidup beragama, manusia beragama terasing dengan penderitaan umat manusia yang ada di sekelilingnya. Semestinya ritual ibadah itu menjadi sumber atau inspirasi agamawan dalam bertindak. Dengan inspirasi ritual ibadah, tindakannya menjadi hidup dan imannya makin holistik, mencakup ritual dan tindakan.
Almarhum Moeslim tentu merasakan betul, situasi masyarakat yang memisahkan antara ritual ibadah dan tindakan. Keduanya dianggap seolah tak berhubungan. Maka beriman seolah terpisah dari situasi dan kondisi masyarakat. Alih-alih turut membebaskan masyarakat dari situasi kemiskinan dan dosa, bisa jadi, agamawan justru menyalahkan bahwa situasi kemiskinan itu disebabkan oleh kesalahan masyarakat itu sendiri yang fatalis. Padahal di dalamnya bisa jadi ada kemiskinan struktural yang membuat orang-orang miskin tak berdaya mengubah hidupnya. Demikian juga, situasi dosa itu juga dianggap disebabkan oleh kesalahan masyarakat yang tak mau bertobat.
Memang, beriman membutuhkan kecerdasan dalam rangka untuk mendaratkan imannya. Jika tidak, ekspresi beriman itu bisa menjadi sangat tidak relevan seperti perusakan tempat-tempat hiburan yang dianggap sebagai tempat dosa. Orang-orang beriman model demikian tak membawa perubahan ke arah yang lebih baik, justru menciptakan situasi yang jauh lebih buruk. Iman yang semestinya bisa membangun hidup yang lebih baik, sebaliknya yang terjadi justru merusak tatanan.
Almarhum Romo Y.B. Mangunwijaya, Pr gelisah dengan situasi masyarakat di sekelilingnya yang diwarnai dengan kemiskinan dan ketertindasan. Sebagai agamawan, ia merasa tidak cukup hanya hidup di altar. Maka, ia pun pindah dan tinggal di wilayah Sungai Code untuk mendampingi masyarakat setempat. Bahkan ia juga turut mendampingi masyarakat korban pembangunan waduk Kedungombo, waktu itu. Dengan demikian Romo Mangun telah melakukan tanggungjawab orang beriman yang melakukan daya transformasi. Baginya, agama mestinya bisa menjadi inspirasi perubahan.
Bahwa manusia beragama adalah manusia yang mengemban tugas dan tanggungjawab dalam beragama. Justru konsekuensi beragama adalah siap diutus mengemban tugas menyucikan dunia dari pengaruh dosa.
Dosa tidak hanya karena manusia menolak kasih Allah yang membuat relasi antara manusia dengan Allah rusak, namun menurut Gustavo Gutierrez dosa menyata dalam stuktur-stuktur yang menindas, dalam eksploitasi manusia oleh manusia, dalam dominasi dan perbudakan manusia, ras dan kelas-kelas sosial.
Di sanalah tugas umat beragama berada sampai pada kesudahannya. Sudah selesai!

Post a Comment

Kesan/Pesan