Membaca Film Soegija


Salah satu adegan film Soegija
 "Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat-istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar."
"Satu keluarga besar, di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengar nyanyian berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah, jangan lagi ada curiga, kebencian dan permusuhan."
(Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ)

Film adalah media yang baik untuk belajar. Namun, seringkali media itu tidak digunakan dengan baik dalam rangka untuk pembelajaran. Banyak orang melewatkan film sebatas hanya untuk hiburan semata, tanpa berusaha mengambil nilai-nilai yang bisa direnungkan dan memaknai relevansi nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari sehingga timbul keputusan baru dalam menjalani cara hidup.

Demikian pula dengan menonton film Soegija, akan menjadi tidak efektif proses pembelajaran nilai-nilai Mgr. Soegijapranata melalui film tersebut kalau hanya menjadikan film itu sebagai tontonan rekreatif semata. Terlalu mahal. 

Apalagi sekarang banyak komunitas yang mengajak anggotanya untuk menonton bareng film tersebut. Terlalu mahal dan sayang kalau film tersebut hanya dilewatkan begitu saja sebagai semacam hiburan selepas pulang kerja.

Usulan saya, baik individu maupun komunitas-komunitas menjadikan film tersebut sebagai media pembelajaran dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk itu. Salah satu usulan saya dan sebenarnya sudah barang biasa, adalah membuat refleksi mengenai film tersebut. Dan baik pula, setelah menonton film itu, komunitas berkumpul untuk merefleksi film tersebut bersama-sama atau dalam acara rekoleksi komunitas. Beberapa pertanyaan yang bisa membantu refleksi itu seperti;

1. Keprihatinan apa saja yang dialami Mgr Soegija? Situasi pokok pada waktu itu seperti apa?
2. Apakah keprihatinan tersebut masih relevan sampai hari ini?
3. Hal baik apa saja yang dilakukan Mgr Soegija?
4. NIlai-nilai Mgr. Soegija apa saja yang pantas untuk kita hidupi sampai hari ini?
5. Pernyataan menarik apa saja yang dilontarkan Mgr Soegija dalam film tersebut?
6. Berdasarkan semangat Mgr. Soegija, hal konkret apa yang bisa saya/kita lakukan secara pribadi atau dalam komunitas?

Tentu saja masih banyak pertanyaan yang bisa menjadi sarana pemicu refleksi.

Proses tersebut sebenarnya yang disebut dengan membaca film. Membaca lebih dari menyaksikan atau menonton. Kalau menonton, kebiasaan yang terjadi adalah membiarkan narasi dan frame-frame dalam film tersebut berlalu begitu saja. Dan ujungnya, penikmat film itu hanya akan menjadikan film tersebut sebagai hiburan belaka.

Mengingat film Soegija sarat akan nilai-nilai yang sangat relevan bagi umat Katolik maupun bagi masyarakat pada umumnya, maka sebaiknya film tersebut dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam rangka formatio diri maupun formatio generasi muda.

Lukas Awi Tristanto Tanggal 23 Juni 1979, tiba-tiba aku terlempar ke dunia. Rupanya Tuhan memberi aku kesempatan untuk berziarah menikmati harumnya kehidupan.

Posting Komentar untuk "Membaca Film Soegija"