Suatu ketika, Si Uler, anjing coklat kesayangan, masuk dapur. Tahu-tahu dia sudah menggondol ikan asin. Hehehe, anjing itu seperti saya, ternyata doyan ikan asin. Tapi, melihat ulahnya seperti itu, saya maklum. Dia suka ikan itu, dia butuh ikan itu. Dan yang lebih penting, mungkin, waktu itu dia sedang merasa sangat lapar.
Ah, namun semua alasan itu jadi tidak mutu. Yang lebih tepat menurut saya adalah, Si Uler tidak pernah saya latih untuk tidak mencuri, atau tidak pernah disadarkan bahwa mencuri itu tidak baik, merugikan pihak lain. Namun, meskipun diajari untuk tidak mencuri, pasti, dia pun tidak mengerti tentang pelajaran itu. Baginya mencuri dan mengambil sama saja, yang penting rasa laparnya hilang. Alasan moral tidak penting. Yang penting adalah alasan kehidupan.
Ah, senakal-nakalnya anjing mencuri, dia hanya mencuri ikan asin itu. Dia tidak mendepositokan ikan asin itu untuk dimakannya suatu ketika.Dan yang dicuri hanyalah sesuatu yang secara relatif tidak terlalu penting.Dia mencuri secukupnya saja.
Bandingkan dengan manusia. Maaf, saya tidak merendahkan manusia lebih rendah dari anjing-anjingku walaupun saya terinspirasi hal-hal baik dari anjing-anjingku.Meksipun manusia sudah diberi tahu, dilatih untuk tidak mencuri (sebagian manusia/oknum), mereka masih saja melanggar. Kalau mereka lapar dan tidak ada yang memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan terpaksa mencuri, saya maklum seperti saya memaklumi anjing saya. Toh itu adalah masalah memperpanjang hak hidup. Setiap makhluk berhak.
Namun, sebagian manusia tidak demikian. Mereka mencuri bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya tapi untuk menuruti keserakahannya. Maka, contoh, korupsi dilakukan manusia bukan untuk memperpanjang hak hidup lagi, tapi untuk membuat hidupnya lebih mewah, hidupnya lebih bergaya hura-hura. Jauh berbeda dengan anjing-anjing itu yang sering dikatakan manusia sebagai hal kotor jika manusia itu marah.
Aneh, bukankah kalau dibandingkan kelakukan di antara mereka lebih kotor manusia dari pada anjing.
Saya tak habis pikir. Saya tidak tahu, apakah anjing bisa sengaja berpuasa seperti manusia. Sepertinya tidak. Maka, saya memaklumi anjing untuk rakus. Sementara, manusia semestinya bisa berpuasa, menahan rasa lapar barang sejenak.
Saya juga tidak bisa mengajari anjing untuk suka mencuri karena dia mencuri kalau butuh saja. Dan saya membuatnya untuk tidak mencuri dengan memberi. Meskipun kalau mencuri anjing tidak berdosa, tapi sebisa mungkin anjing itu tidak perlu mencuri kalau lapar, karena dia sudah diberi makanan.
Lah, kalau manusia sampai mencuri karena tidak diberi makanan, masih bisa dimaafkan. Tapi kalau manusia mencuri karena mereka mereasa yang diberikan padanya tidak cukup. Itu keterlaluan.
Maka, lebih baik mana, Uler yang adalah seekor anjing dengan para koruptor itu?
Ah, namun semua alasan itu jadi tidak mutu. Yang lebih tepat menurut saya adalah, Si Uler tidak pernah saya latih untuk tidak mencuri, atau tidak pernah disadarkan bahwa mencuri itu tidak baik, merugikan pihak lain. Namun, meskipun diajari untuk tidak mencuri, pasti, dia pun tidak mengerti tentang pelajaran itu. Baginya mencuri dan mengambil sama saja, yang penting rasa laparnya hilang. Alasan moral tidak penting. Yang penting adalah alasan kehidupan.
Ah, senakal-nakalnya anjing mencuri, dia hanya mencuri ikan asin itu. Dia tidak mendepositokan ikan asin itu untuk dimakannya suatu ketika.Dan yang dicuri hanyalah sesuatu yang secara relatif tidak terlalu penting.Dia mencuri secukupnya saja.
Bandingkan dengan manusia. Maaf, saya tidak merendahkan manusia lebih rendah dari anjing-anjingku walaupun saya terinspirasi hal-hal baik dari anjing-anjingku.Meksipun manusia sudah diberi tahu, dilatih untuk tidak mencuri (sebagian manusia/oknum), mereka masih saja melanggar. Kalau mereka lapar dan tidak ada yang memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan terpaksa mencuri, saya maklum seperti saya memaklumi anjing saya. Toh itu adalah masalah memperpanjang hak hidup. Setiap makhluk berhak.
Namun, sebagian manusia tidak demikian. Mereka mencuri bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya tapi untuk menuruti keserakahannya. Maka, contoh, korupsi dilakukan manusia bukan untuk memperpanjang hak hidup lagi, tapi untuk membuat hidupnya lebih mewah, hidupnya lebih bergaya hura-hura. Jauh berbeda dengan anjing-anjing itu yang sering dikatakan manusia sebagai hal kotor jika manusia itu marah.
Aneh, bukankah kalau dibandingkan kelakukan di antara mereka lebih kotor manusia dari pada anjing.
Saya tak habis pikir. Saya tidak tahu, apakah anjing bisa sengaja berpuasa seperti manusia. Sepertinya tidak. Maka, saya memaklumi anjing untuk rakus. Sementara, manusia semestinya bisa berpuasa, menahan rasa lapar barang sejenak.
Saya juga tidak bisa mengajari anjing untuk suka mencuri karena dia mencuri kalau butuh saja. Dan saya membuatnya untuk tidak mencuri dengan memberi. Meskipun kalau mencuri anjing tidak berdosa, tapi sebisa mungkin anjing itu tidak perlu mencuri kalau lapar, karena dia sudah diberi makanan.
Lah, kalau manusia sampai mencuri karena tidak diberi makanan, masih bisa dimaafkan. Tapi kalau manusia mencuri karena mereka mereasa yang diberikan padanya tidak cukup. Itu keterlaluan.
Maka, lebih baik mana, Uler yang adalah seekor anjing dengan para koruptor itu?
إرسال تعليق for "Baik Mana, Anjing atau Koruptor?"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق