Istriku mengatakan kalau mengikuti ekaristi, anak dalam rahimnya selalu bergerak-gerak. Kalau terdengar nyanyian gerakannya kuat, istriku kadang mengelus-elus perutnya. Bagiku, ini kabar yang menggembirakan. Kabar itu tidak saja saya terima sekali dua kali. Kerap kali, ia menyampaikan hal ini dalam misa lingkungan maupun dalam misa minggu di gereja.

Saya pun teringat peristiwa Maria mengunjungi Elisabet. "Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring:"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana."" (Luk 1:41-45).



Mungkin agak berlebihan, jika saya membandingkan peristiwa kami dengan peristiwa Elisabet dikunjungi Maria. Namun, dari kedua peristiwa itu, saya menangkap peristiwa manusia disentuh Allah. Bahkan manusia yang masih dalam kandungan pun diperhitungkan oleh-Nya.


Karena pada dasarnya, manusia yang adalah ciptaan-Nya, diciptakan juga untuk menjadi alat dan tangan-Nya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia dan alam semesta ini.


Saya mencoba menangkap peristiwa anak yang melonjak dalam rahim istri saya semoga menjadi awalan bahwa ia kelak akan menjadi alat-Nya seperti Yohanes Pembabtis yang membuka jalan bagi Sang Penyelamat mewujudkan penebusan dan keselamatan-Nya pada umat manusia.


Sebagai alat, tentu tidak akan bisa melebihi pemilik alat. Seperti yang disampaikan Ibu Teresa dari Kalkuta bahwa dirinya adalah pensil Tuhan. Sebagai pensil tentu tergantung pada Si Pemegang pensil itu, entah dia mau menulis sesuatu atau menggambar sesuatu, itu terserah Dia, karena Ibu Teresa sekadar pensil di tangan-Nya.


Kita lihat Yohanes Pembabtis, meskipun ia yang menyiapkan jalan bagi Tuhan, tetapi ia berseru, "Biarlah Ia semakin besar dan aku semakin kecil!"  Bukankah alat tidak akan pernah menjadi Tuan?

Saya menyadari bahwa Tuhan menyentuh anak dalam rahim istriku. Jikalau Ia menghendaki anak kami menjadi alat-Nya, kami rela. Namun, yang terpenting adalah kami berharap supaya Tuhan mengajari kami untuk selalu menyadari bahwa kami hanyalah alat-Nya bahkan debu di alas kaki-Nya. Namun, di sisi lain, Ia telah menitipkan keilahian-Nya dalam manusia, maka manusia adalah citra Allah.

Maka dari itu, kami mohon penyertaan-Nya, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin. 

Post a Comment

Kesan/Pesan