Sebagian orang beranggapan bahwa hidup dalam alam keramaian adalah hidup yang penuh dengan kekotoran. Alasannya, di sana, segala praktik hidup menjadi sedemikian pragmatis. Bisa saja orang melakukan korupsi, kolusi, kekerasan, ketidakadilan dan nepotisme demi mengejar keuntungan diri sendiri. Dalam situasi itu orang tidak peduli lagi akan nasib sesamanya yang sebenarnya sedang berjuang mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka tidak heran, jika orang memakai kekuatan/kekuasaannya, kepintarannya, maupun kekayaannya untuk meraih semua yang diinginkannya tanpa peduli bahwa itu semua bertentangan atau tidak dengan kebenaran. Sebagian orang yang menentang pola hidup seperti itu menarik diri dari alam keramaian karena melihat bahwa hidup seperti itu tidak baik. Pada zaman sekarang, mereka melakukan hidup menyepi tidak dengan cara ekstrim misalnya tinggal di goa-goa atau di lereng-lereng gunung. Namun mereka menenggelamkan diri dalam doa-doa. Sampai sejauh ini bisa kita tolerir. Namun jika yang menjadi motivasi sebenarnya adalah menghindari pahitnya kehidupan itu adalah hal salah. Jadi hidup menyepi yang dilakukannya adalah dalam rangka melarikan diri dari kesulitan hidup. Dengan kata lain hal ini sama dengan orang-orang pengecut.
Namun hidup dalam keheningan akan menjadi hal yang baik ketika hal itu menjadi panggilan hidupnya. Hal itu menjadi sebuah pilihan yang dilakukan secara sadar setelah membaca tanda-tanda zaman dan memperhatikan gerak-gerik batin. Keheningan menjadi penting untuk menyadari keberadaan diri. Dalam keheningan kita berdoa, berefleksi, dan membangun komitmen baru. Hidup dalam keheningan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang merenungi dirinya dan lingkungannya..
Seringkali orang beranggapan bahwa hidup menyepi menjadi hal yang paling baik dibandingkan dengan hidup dalam keramaian. Sehingga banyak orang yang mencoba untuk menghayati hidup dalam keheningan. Ketika memilih keheningan, kita harus bertanya pada diri sendiri mengenai motivasi yang mendasarinya. Jadi yang terpenting hal itu dilakukan bukan dalam rangka melarikan diri dari kehidupan.
Lebih jauh jika dikritisi, hidup dalam kesunyian bukanlah hidup yang menyembunyikan diri dari hiruk pikuk kehidupan. Keheningan adalah sebuah cara untuk menimba kekuatan spiritual sebelum melangkah dalam realitas kehidupan dalam masyarakat dan sistemnya. Yesus sebelum memulai karya besarnya melakukan puasa selama 40 hari di padang gurun. Ini menunjukkan bahwa keheningan (doa) menjadi hal penting ketika akan menjalani sebuah karya. Keheningan (doa) pun menguatkan panggilan hidup seseorang supaya setia menjalani panggilannya di kala mengalami kelesuan. Yesus, beberapa saat sebelum ditangkap dan akhirnya di salib, berdoa selama beberapa waktu di Taman Getsmani. Di sana Ia memantapkan pilihan untuk menjalani karya penebusan umat manusia meskipun Ia tahu bahwa jalan itu adalah jalan sengsara dan berakhir dengan maut.
Dari hal tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara keheningan dan karya adalah satu dan sama. Tidak ada dikotomi antara keduanya. Keheningan (doa) menguatkan karya. Sedangkan karya adalah perwujudan/harapan doa yang dinyatakan. Dengan keheningan kita bisa menjaga kualitas karya.
Keheningan (doa) menjadi pilar dalam berkarya. Dengan demikian karya tidak sekedar menjadi aktivisme belaka. Doa yang didaraskan pun tidak seperti doa untuk mencapai ekstase (baca: melupakan kepahitan hidup) maupun doa seperti kaum Farisi yang lebih suka mengumbar parade doa di ruang publik.
Saat ini, dunia masih dilanda kemiskinan. Sementara di antara kita masih menganggap bahwa kemiskinan disebabkan oleh kemalasan orang tersebut. Padahal, pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Kemiskinan yang terjadi saat ini sebenarnya disebabkan oleh struktur sosial yang tidak adil. Jika kaum beragama menanggapi hal ini hanya dengan berdoa atau melarikan diri dalam keheningan untuk mencari kelegaan saja, maka agama hanya akan menjadi candu. Masalah sosial tidak selesai. Dalam hal ini keheningan (doa) dan karya menjadi amat penting.
Semangat ini terlihat pada Romo Y.B. Mangunwijaya, Pr yang mewujudkan doanya menjadi karya nyata dengan turut membela warga yang menjadi korban proyek pembuatan waduk Kedungombo di Jawa Tengah. Pilihannya untuk terlibat bukan alasan praktis. Namun, keterlibatannya dalam membela orang-orang yang digusur itu adalah jawaban dari keheningannya. Hal serupa dapat kita lihat dalam People Power di Filipina. Ketika rakyat menggulingkan pemerintahan diktator, mereka tidak memakai cara-cara kekerasan. Namun, cara-cara damai yang dilakukannya. Bahkan dalam aksi demonstrasinya mereka berdoa Rosario di jalan-jalan secara massal. Tentu saja ini bukanlah pilihan praktis namun sebuah hasil keheningan. Keheningan tidak menjadi cara untuk melarikan diri dari kepahitan hidup melainkan menjadi awal dari perjuangan panjang menuju pembebasan diri dan sesama, terutama untuk menemukan Tuhan!
Namun hidup dalam keheningan akan menjadi hal yang baik ketika hal itu menjadi panggilan hidupnya. Hal itu menjadi sebuah pilihan yang dilakukan secara sadar setelah membaca tanda-tanda zaman dan memperhatikan gerak-gerik batin. Keheningan menjadi penting untuk menyadari keberadaan diri. Dalam keheningan kita berdoa, berefleksi, dan membangun komitmen baru. Hidup dalam keheningan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang merenungi dirinya dan lingkungannya..
Seringkali orang beranggapan bahwa hidup menyepi menjadi hal yang paling baik dibandingkan dengan hidup dalam keramaian. Sehingga banyak orang yang mencoba untuk menghayati hidup dalam keheningan. Ketika memilih keheningan, kita harus bertanya pada diri sendiri mengenai motivasi yang mendasarinya. Jadi yang terpenting hal itu dilakukan bukan dalam rangka melarikan diri dari kehidupan.
Lebih jauh jika dikritisi, hidup dalam kesunyian bukanlah hidup yang menyembunyikan diri dari hiruk pikuk kehidupan. Keheningan adalah sebuah cara untuk menimba kekuatan spiritual sebelum melangkah dalam realitas kehidupan dalam masyarakat dan sistemnya. Yesus sebelum memulai karya besarnya melakukan puasa selama 40 hari di padang gurun. Ini menunjukkan bahwa keheningan (doa) menjadi hal penting ketika akan menjalani sebuah karya. Keheningan (doa) pun menguatkan panggilan hidup seseorang supaya setia menjalani panggilannya di kala mengalami kelesuan. Yesus, beberapa saat sebelum ditangkap dan akhirnya di salib, berdoa selama beberapa waktu di Taman Getsmani. Di sana Ia memantapkan pilihan untuk menjalani karya penebusan umat manusia meskipun Ia tahu bahwa jalan itu adalah jalan sengsara dan berakhir dengan maut.
Dari hal tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara keheningan dan karya adalah satu dan sama. Tidak ada dikotomi antara keduanya. Keheningan (doa) menguatkan karya. Sedangkan karya adalah perwujudan/harapan doa yang dinyatakan. Dengan keheningan kita bisa menjaga kualitas karya.
Keheningan (doa) menjadi pilar dalam berkarya. Dengan demikian karya tidak sekedar menjadi aktivisme belaka. Doa yang didaraskan pun tidak seperti doa untuk mencapai ekstase (baca: melupakan kepahitan hidup) maupun doa seperti kaum Farisi yang lebih suka mengumbar parade doa di ruang publik.
Saat ini, dunia masih dilanda kemiskinan. Sementara di antara kita masih menganggap bahwa kemiskinan disebabkan oleh kemalasan orang tersebut. Padahal, pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Kemiskinan yang terjadi saat ini sebenarnya disebabkan oleh struktur sosial yang tidak adil. Jika kaum beragama menanggapi hal ini hanya dengan berdoa atau melarikan diri dalam keheningan untuk mencari kelegaan saja, maka agama hanya akan menjadi candu. Masalah sosial tidak selesai. Dalam hal ini keheningan (doa) dan karya menjadi amat penting.
Semangat ini terlihat pada Romo Y.B. Mangunwijaya, Pr yang mewujudkan doanya menjadi karya nyata dengan turut membela warga yang menjadi korban proyek pembuatan waduk Kedungombo di Jawa Tengah. Pilihannya untuk terlibat bukan alasan praktis. Namun, keterlibatannya dalam membela orang-orang yang digusur itu adalah jawaban dari keheningannya. Hal serupa dapat kita lihat dalam People Power di Filipina. Ketika rakyat menggulingkan pemerintahan diktator, mereka tidak memakai cara-cara kekerasan. Namun, cara-cara damai yang dilakukannya. Bahkan dalam aksi demonstrasinya mereka berdoa Rosario di jalan-jalan secara massal. Tentu saja ini bukanlah pilihan praktis namun sebuah hasil keheningan. Keheningan tidak menjadi cara untuk melarikan diri dari kepahitan hidup melainkan menjadi awal dari perjuangan panjang menuju pembebasan diri dan sesama, terutama untuk menemukan Tuhan!
تعليقان (2) for "Hening"
Orang yang tergantung pada Tuhan akan terbuka untuk melihat sesama yang menderita sebagai "saudara". Dialah "saudara" yang memanggil aku untuk terlibat dalam kesulitan hidupnya.
Warm regards
Blasius Slamet Lasmunadi Pr
http://lasmunadi17pr.multiply.com
Kesan/Pesan
إرسال تعليق