Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko merasa bahagia karena mendengar sharing dari beberapa pasangan suami istri yang memaknai perkawinan sebagai sebuah peristiwa iman dalam perayaan ekaristi hari perkawinan sedunia di Gereja Keluarga Kudus Banteng, Yogyakarta, 11 Februari 2018.
“Inilah salah satu
kekuatan keluarga-keluarga kristiani yaitu ketika kita selalu menghadirkan
Tuhan dalam keluarga kita. Sebagaimana kita dipersatukan oleh Allah, maka,
dalam perjalanan juga mesti demikian. Juga ketika kita menghadapi kesulitan-kesulitan,
menghadapi kangelan-kangelan, menghadapi
konflik. Itu semua kita pasrahkan,” katanya kepada para pasangan suami-istri
yang hadir memenuhi gereja.
Menurut Mgr
Rubiyatmoko, perkawinan sebagai peristiwa orang beriman ditanggapi dengan menerima
pasangan sebagai anugerah Tuhan. Bahkan dalam perjalanan hidup perkawinan pun
dipersembahkan kepada Tuhan.
Namun perjalanan hidup
perkawinan tak selamanya mulus. Pada saatnya, pasangan mulai menunjukkan sifat
aslinya. “Kerapkali yang muncul dalam perjalanan adalah keaslian. Nah, aslinya itu
kadang-kadang bukan sesuatu yang baik,” kata Mgr Rubiyatmoko yang kerap
diselingi dengan hal-hal lucu. Keaslian tersebut bagaikan penyakit yang muncul
dan mengganggu relasi pasangan.
Melihat kecenderungan
pasangan suami-istri yang sulit menerima sifat-sifat asli pasangan yang mirip
dengan penyakit, Mgr Rubiyatmoko mengajak para suami-istri untuk meneladan
Yesus yang justru menerima dan menahirkan si penderita kusta. Menurutnya, Yesus justru memberi contoh yang bagus
sekali yaitu dengan merengkuh, memberkati dan menyembuhkan. “Bukan
menolak, bukan menghancurkan, bukan
menyingkirkan, sebaliknya merengkuh, menerima dengan sepenuh hati,” katanya
dalam acara yang diselenggarakan oleh komunitas Marriage Encounter (ME) itu. Ketika si lepra sembuh, ia pun bersuka
cita dan bersyukur.
Terinspirasi dari kisah
itu, Mgr Rubiyatmoko mengajak para pasangan suami-istri untuk menerapkan hal
tersebut dalam kehidupan perkawinan. “Inilah
satu hal yang perlu kita buat, jangan malah ditolak, disia-sia, sebaliknya
direngkuh, dirangkul,” katanya.
Lebih lanjut Mgr
Rubiyatmoko berharap, teladan Yesus yang merengkuh si kusta dengan sepenuh hati
menjadi sikap para suami-istri untuk senantiasa merengkuh pasangannya, merengkuh
keluarga dengan sepenuh hati, apapun yang terjadi. “Saya akan membuat pasanganku
selamat, keselamatan pasangan dan keluarga ada di tangan saya dalam arti
tergantung saya juga,” imbuhnya dalam ekaristi yang juga diisi dengan pembaruan
janji perkawinan itu.
Dalam kesempatan itu beberapa
pasangan suami-istri diajak untuk menyampaikan kisah perjalanan hidup
keluarganya. Veronika Sriwahyuni, istri Niko Aditya ketika mengalami masalah
dalam perkawinan, dia pun me-reviev (melihat
kembali) kisah cintanya dalam hidup perkawinan itu. Dari sanalah dirinya
dikuatkan kembali.
Ekaristi
dalam rangka hari perkawinan sedunia pun diselenggarakan di Gereja Santo Petrus
Sambiroto Semarang, 18 Februari 2018. Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ
mengapresiasi komunitas ME yang mendampingi kehidupan pasangan suami-istri. “Kelompok
ini sungguh membina kehidupan keluarga secara konkret yaitu memberi bentuk-bentuk
relasi antara suami-istri dan anak,” katanya.
Posting Komentar untuk "Pasangan Suami-Istri Diharapkan Saling Merengkuh"
Kesan/Pesan
Posting Komentar