Masyarakat Penadaran, Gubug, Grobogan melakukan sedekah bumi
setiap bulan Apit dengan melakukan pembersihan dan pengurasan Sendang Sumber
yang terletak di desa itu. Pemilihan tanggal kegiatan disamakan dengan tanggal
pemilihan kepadal desa.
Usai membersihkan sendang, masyarakat Penadaran melakukan
selamatan dengan mengadakan doa bersama dan pergelaran tayub. Prosesi tayub
dibuka di tengah-tengah desa dekat dengan tanah bengkok. Dalam pembukaan itu, kepala
desa dan para perangkat desa ikut menari bersama para penari tayub dengan
memakai sampur.
Beberapa saat kemudian, pergelaran tayub pun diteruskan di
depan rumah kepala desa. Tiga penari tayub melenggak-lenggok menari sambil
menyanyi. Para perangkat desa pun ikut menari kembali. Usai para perangkat desa
menari, ibu-ibu desa pun tak ketinggalan. Mereka ikut menari dengan semangat
dengan mengenakan kain sampur. Pergelaran tayub pun dilanjutkan pada malam
hari, bapak-bapak pun ikut menari.
Bersamaan dengan acara selamatan, ibu-ibu membawa masakan
berupa ayam panggang beserta lauk pauknya. Ayam dipotong jadi dua, sebagian
untuk disantap bersama, sebagian yang lain untuk dibawa pulang setelah
didoakan. Ada semangat berbagi yang sangat tinggi.
Pembersihan sendang Sumber dimaksudkan untuk menjaga sendang
tetap lestari mengingat sendang tersebut merupakan sumber air di desa tersebut.
Dengan pembersihan sendang, air sendang tetap mengalir dan bersih. Warga desa
pun tak segan turun dan masuk ke dalam sendang. Hanya dalam beberapa saat
sendang sudah bisa dibersihkan.
Setelah doa yang berintensi keselamatan desa dan keberhasilan
dalam pertanian, para perangkat desa mengitari rumah kepala desa dengan membawa
alat-alat pertanian seperti mata bajak, cangkul dan lain-lainnya. Sementara itu
ada perangkat desa yang menebarkan minuman dawet. Minuman dawet adalah minuman yang
biasa diminum petani ketika berada di ladang.
Yang menarik adalah dalam acara tersebut, terdapat kegiatan
untuk menyadari sekaligus mengedukasi bahwa menjaga alam ciptaan, melestarikan
air adalah penting, mengingat manusia selalu bergantung pada alam ciptaan.
Manusia selalu butuh air. Demikian pula dalam hidupnya, air
dibutuhkan untuk mengusahakan pertanian dan peternakan. Dalam pertanian, air
adalah hal yang sangat penting. Tanaman dan pepohonan yang dibudidaya petani
bergantung penuh pada kesediaan air. Demikian pula dengan peternakan.
Hewan-hewan ternak sangat bergantung pada air, bahkan jumlah yang dibutuhkan
pun tak sedikit, sesuai dengan jumlah hewan ternak tersebut.
Hal yang menarik lainnya adalah prosesi perangkat desa
mengitari rumah kepala desa tiga kali dengan membawa peralatan pertanian. Ini
menyimbolkan bahwa mereka menjadi pemangku dalam dunia pertanian untuk
warganya. Sebagai perangkat desa, mereka diharapkan peka terhadap situasi dan
kondisi pertanian di desanya.
Acara sedekah bumi tersebut memang menggambarkan budaya
pertanian. Maka isinya sebenarnya edukasi pentingnya menjaga lingkungan hidup
dan berdoa demi keberhasilan pertanian di desa itu.
Acara sedekah bumi menjadi kesempatan berbagi bagi warga
desa. Hal itu terlihat pada para ibu rumah tangga yang membawa menu satu ayam
panggang utuh beserta uba rampainya. Selanjutnya ayam itu dibelah jadi dua.
Sebagian untuk dimakan bersama, yang sebagian dibawa pulang setelah didoakan. Ini
menjadi kesempatan berbagi. Setiap orang
bisa berbagi sekaligus menerima.
Acara sedekah bumi di desa itu memancarkan simbol kerukunan-kebersamaan.
Warga yang berasal dari berbagai agama bisa berkumpul menjadi satu merayakan
acara tersebut. Mereka larut dalam kebersamaan tanpa mempermasalahkan perbedaan
yang ada. Mereka hanya mempunyai satu keinginanan yakni desa tempat tinggalnya
makin sejahtera dan lestari.
Sedekah bumi juga menjadi simbol kegembiraan. Mereka bersama
bisa menikmati tari tayub. Bahkan di antara mereka bisa ikut menari tayub itu
secara bergantian dengan gembira.
Tradisi yang baik tersebut sudah berlangsung lama dan
dilestarikan secara turun temurun. Kesadaran akan lingkungan dan desa yang
sejahtera menjadikan warga tetap bisa melestarikan tradisi tersebut.
Sadar atau tidak sadar, dalam menjalani proses sedekah bumi,
sebenarnya masyarakat di tempat tersebut diajak untuk berefleksi akan situasi
desa yang terjadi. Mereka berusaha menemukan hal-hal yang sedang terjadi
terkait dengan hidup desa dan dunia pertanian. Mereka berusaha menemukan
permasalahan sekaligus mensyukuri tentang semua yang terjadi terkait dengan
dunia pertanian seraya berdoa supaya kesejahteraan desa tetap terpenuhi.
Di sanalah mereka bisa mendeteksi permasalahan sekaligus bisa
mencari jawaban sebagai langkah mengakhiri persoalan yang mendera. Mereka juga
semakin mensyukuri akan rahmat yang telah dianugerahkan Tuhan melalui alam
ciptaan yang menjamin kehidupan warganya.
Proses itu bisa dilalui sendiri ataupun melalui dialog baik
sengaja atau tidak sengaja. Mereka berdialog akan situasi desa dan situasi alam
desa yang terjadi. Dari sanalah mereka bisa bertukar gagasan dan selanjutnya
mereka mencari solusi bersama. Mereka pun melakukannya bersama-sama dalam
semangat gotong royong.
Semangat dialog itu menjadi penting mengingat dalam
merawat bumi, hal itu tidak bisa dilakukan sendiri. Banyak orang dan banyak
faktor yang bisa mempengaruhinya. Semangat dialog yang sama pula yang Paus
Fransiskus usung ketika merilis ensiklik Laudato
Si’ tentang Perawatan Rumah Bersama Kita. “Dalam Ensiklik ini, saya ingin
berdialog dengan semua orang tentang rumah kita bersama.” (LS 3).
Selanjutnya Paus
secara jelas menyampaikan keinginannya tentang dialog yang kemudian diharapkan
bisa dilakukan oleh umat Katolik bersama umat lainnya. “Saya mengundang dengan
mendesak agar diadakan dialog baru tentang bagaimana kita membentuk masa depan
planet kita. Kita memerlukan percakapan yang melibatkan semua orang, karena
tantangan lingkungan yang kita alami, dan akar manusianya, menyangkut dan menjadi
keprihatinan kita semua.” (LS 14).
Permasalahan
lingkungan membutuhkan perhatian bersama. Kita tidak bisa memberikan solusi
sendirian pada bumi ini. Banyak faktor dan subyek yang bisa mempengaruhi
keberhasilan kelestarian bumi. Maka, panggilan melestarikan dan merawat bumi juga
merupakan panggilan untuk membangun solidaritas sesama manusia untuk
bersama-sama melakukan aksi bersama demi kelestarian bumi.
“Keterbukaan terhadap orang lain sebagai “engkau” yang
mampu mengetahui, mencintai dan berdialog, tetap mencerminkan keluhuran pribadi
manusia. Oleh karena itu, untuk relasi yang tepat dengan dunia ciptaan, kita
tidak perlu melemahkan dimensi sosial manusia maupun dimensi transendennya,
keterbukaannya terhadap “Engkau” yang ilahi. Memang, kita tidak dapat
membayangkan hubungan dengan lingkungan alam yang dipisahkan dari hubungan dengan
orang lain dan dengan Allah.” (LS 119).
Sedekah bumi sekiranya bisa menjadi media
pembelajaran pentingnya membangun relasi antara manusia dengan ciptaan dan
sekaligus bersama sesama manusia memelihara keutuhan ciptaan.
إرسال تعليق for "Belajar Merawat Bumi dari Sedekah Bumi"
Kesan/Pesan
إرسال تعليق